Isak Tangis Relawan Pengurus Jenazah Covid-19

Jakarta, CNN Indonesia -- Dede Nurjaman sudah bersiaga di kantor Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang bermarkas di bilangan Tebet, Jakarta Selatan pada hari Minggu akhir Maret 2020 lalu. Dede yang sedang membolak balik sebuah dokumen tiba-tiba teralihkan oleh dering telepon yang masuk.

Telepon itu diketahui berasal dari salah satu komandan RS Darurat Wisma Atlet untuk Covid-19 Kemayoran, Jakarta. Telepon itu ditujukan bagi dia dan timnya sebagai relawan Baznas.

"Pak, bisa ke Wisma Atlet? Ada pasien yang dinyatakan meninggal. Waktunya 4 jam ya," pinta komandan RS Wisma Atlet tersebut.


"Siap, saya 30 menit sampai," sahut Dede. Dede lantas mematikan telepon genggamnya, bergegas menyiapkan pelbagai perlengkapan pemulasaran jenazah dan meninggalkan Kantor Baznas. Hari itu ia habiskan bersama empat orang tim relawan Baznas lainnya untuk mengurus salah satu jenazah pasien positif virus corona di Wisma Atlet.

Waktu tiba di Wisma Atlet, Dede masih mengenakan pakaian lazimnya, kemeja dan celana panjang kain. Ia lantas diarahkan ke sebuah ruangan oleh petugas untuk mengganti pakaian sesuai standar kesehatan penanganan Covid-19.

Pemakaman jenazah kasus COVID-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Minggu (26/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak 10-23 April 2020, tren pemakaman yang menggunakan prosedur tetap (protap) COVID-19 cenderung menurun, dimana sebelumnya mencapai 50 orang yang meninggal per hari kini 40-30 orang per hari. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.Pemakaman jenazah kasus COVID-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Minggu (26/4/2020). (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)
Dengan cekatan, ia mengenakan sebanyak tiga lapis pakaian pelindung dan memakai alat pelindung diri (APD) berstandar resmi agar siap menangani jenazah.

"Kami berharap tidak ada kejadian [pasien meninggal di wisma Atlet], eh malah dipanggil, on call. Namanya tugas, kami berangkat," cerita Dede kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/5).

Setelah itu, Dede dan timnya bergegas menuju lantai 9 RS Wisma Atlet. Di sana ia memasuki salah satu ruangan tempat seorang pasien positif corona yang sudah terbujur kaku tak bernyawa.

Di ruangan itu mereka mulai melakukan tugasnya. Protokol pemulasaran jenazah pasien positif Covid-19 dijalankan dengan cermat dan hati-hati. Semua perlengkapan seperti kain kafan, plastik pembungkus dan kantung jenazah sudah disiapkan dengan rapi.

Jenazah kemudian ditutup dengan kain kafan dan plastik untuk lapisan pertama. Kain kafan yang sudah mereka sediakan itu sudah dimodifikasi dengan dililit pada bagian ujung bersama dengan plastik di dalam kafan tersebut.

Setelah itu, jenazah yang sudah dikafani lantas dibungkus plastik untuk lapisan kedua dan dimasukkan dalam kantong jenazah. Total empat lapisan menyelimuti jenazah tersebut. Tak lupa, jenazah disemprot cairan klorin sebagai disinfektan.

Setelah itu, jenazah dimasukkan ke dalam peti berbahan kayu. Jenazah pun dimiringkan ke arah kanan agar ketika dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat bila beragama Islam. Setelah itu, peti jenazah itu dibungkus oleh lapisan plastik kembali. Tak sampai 4 jam, jenazah pasien Covid-19 sudah rampung dirapikan dan siap dimakamkan.

"Mayatnya juga kami gotong-gotong itu dari lantai 9 karena liftnya Wisma Atlet itu kecil, tidak seperti di RS yang muat troli besar. Karena memang tempat pengurusan jenazahnya belum siap waktu itu kan awal-awal baru buka," kaya Dede.

Pria kelahiran Parung Bogor 31 tahun silam itu bergabung dengan tim relawan Baznas sudah sejak lima tahun silam. Sebagai spesialis relawan bencana alam, Dede terbilang sering terjun ke lapangan. Mulai bencana longsor di Ponorogo, Brebes hingga bencana tsunami di Selat Sunda sudah menjadi rekam jejak pengabdian.

Kini, Dede menjadi salah satu relawan pemulasaran jenazah pasien positif Covid-19 di RS Wisma Atlet menjadi ladang pengabdian selanjutnya. RS Wisma Atlet sudah bersurat dengan Baznas terkait dukungan relawan terhadap pasien Covid-19.

Dede dan beberapa relawan pemulasaran jenazah lain adalah orang terakhir yang dapat melihat dan menangani pasien Covid-19 yang meninggal. Sesuai protokol kesehatan, para keluarga pasien tak diperbolehkan melihat proses pemulasaran jenazah keluarganya yang meninggal untuk terakhir kalinya.

"Hanya kami yang menyolatkan dan mendoakan jenazahnya sebelum dibawa ke ambulans. Jadi hanya kami yang memberikan penghormatan terakhir. keluarga tidak diperbolehkan sesuai protokol kesehatan."

"Sampai pemakaman pun hanya boleh melihat dari jauh. Jadi pas setelah dimakamkan, baru keluarga bisa ke makamnya," kata Dede.

Suka duka sebagai relawan pemulasaran jenazah Covid-19 pun dirasakannya. Salah satunya saat mengenakan APD yang super lengkap saat menangani jenazah. Dari pakaian hazmat hingga masker N95 dan masker bedah dalam waktu dua hingga tiga jam.

Ia mengaku hampir pingsan saat pertama kali mengenakan pakaian APD tersebut. Kekurangan cairan hingga keadaan yang sumpek membuat minimnya udara segar yang masuk ke badannya.

"Satu jam saja udah mau pingsan, pengap. Karena kita harus bantu gotong-gotong jenazahnya juga. Keringetan banyak, haus pasti," kenang dia.

Setelah rampung menjalankan tugas bersama timnya, Dede langsung masuk ke sebuah ruangan khusus. Di tempat itu, ia langsung disemprotkan cairan disinfektan oleh petugas RS Wisma Atlet. Baju APD yang melekat di tubuhnya pun dibuang di tempat khusus. Setelah itu, ia langsung diwajibkan untuk mandi dengan air bersih.

Dede kerap dirundung kesedihan setiap mengurus pasien Covid-19 meninggal. Pernah pula dia mengurus jasad orang lain, namun tak satupun keluarganya yang datang di RS Wisma Atlet.

Ia menyatakan biasanya pihak keluarga pasien yang meninggal dikabarkan oleh RS Wisma Atlet untuk datang. Namun, terdapat satu jenazah yang keluarganya tak datang sampai dibawa oleh ambulans menuju pemakaman.

"Itu yang buat saya menangis. Dari awal dia meninggal, sampai masuk ke peti sampai ke ambulans itu jenazah kok tidak ada sama sekali keluarganya. Kami cari-cari tidak ada," kenang Dede.

Tak Memberitahu Keluarga

Dede sendiri mengaku tak memberitahu istri, anak, berserta keluarga besarnya yang menetap di kampung halaman soal pekerjaannya sebagai petugas pemulasaran jenazah pasien Covid-19 tersebut.

Ia menghindari kondisi yang tak diinginkan bila saat itu memberi tahu keluarganya di kampung terkait pekerjaan yang digelutinya dua bulan belakangan ini.

"Saya tidak bilang. Karena saya tau karakter keluarga. Bisa stres kalau tau," kata Dede.

Namun Dede mengaku sudah berniat bakal memberitahu seluruh keluarganya terkait pengabdiannya tersebut. Sebab, saat ini dia sudah tak terjun langsung mengurusi jenazah pasien Covid-19 lagi di RS Wisma Atlet.

Dede bersama timnya kini lebih sering diperbantukan oleh pihak RS Wisma Atlet untuk memberi pelatihan mengenai tata cara pemulasaran jenazah bagi para relawan-relawan yang baru bergabung.

Ia pun berharap tak ada lagi pasien Covid-19 yang meninggal dunia dan banyak yang sembuh di Indonesia, khususnya di RS Wisma Atlet. Bila itu terjadi, sudah pasti tugasnya akan berakhir untuk menangani jenazah pasien corona.

"Kalau sudah selesai, saya pasti bilang ke keluarga. Memang tidak saya kabari. Mereka tahunya saya di kantor saja," kata Dede

Dede mengaku tak mendapatkan insentif atau upah apapun dari pemerintah terkait tugasnya tersebut. Ia pun tak pernah bertanya bahkan tak peduli bila ada pemberian upah dari pemerintah.

Dede menyatakan sudah tugasnya sebagai relawan bekerja tanpa pamrih mengurus jenazah pasien Covid-19. Dia menegaskan tugasnya ini semata-mata hanya ingin memberi arti bagi kehidupan yang tak berlangsung lama di dunia ini.

Dede berharap tugasnya membantu memuliakan manusia untuk terakhir kalinya sebelum dikuburkan untuk menghadap Tuhan Yang Maha Esa akan memberi makna bagi hidupnya sampai nanti.

"Ya tiap manusia kan ingin punya arti. Saya ingin di situ jadi manusia yang punya arti. Tiap manusia harus punya makna. Dalam kasus ini saya ingin punya makna dalam beberapa hal. Dan dapat kesempatan oleh Allah SWT bantu pengurusan jenazah pasien corona ini," kata Dede. (bac)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3c5nfme

May 05, 2020 at 07:10AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Isak Tangis Relawan Pengurus Jenazah Covid-19"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.