William Sabandar, Direktur Utama MRT Jakarta mengatakan beberapa contoh ritel yang akan buka di stasiun MRT, misalnya; Starbucks, Bakmi GM, dan restoran KOI. Selain itu, beberapa mini market juga akan tersedia di sejumlah stasiun.
"Mayoritas memang food and beverage, tapi untuk ritel fesyen juga ada. Tapi memang ini masih terbatas, belum seperti mall yang kayak di luar negeri," papar William, Kamis (28/2).
Nantinya, sambung William, pembayaran sewa dari ritel tersebut akan menopang kinerja keuangan MRT Jakarta. Maklum, perusahaan memang tak mendapatkan omzet tinggi dari penjualan tiket, sehingga harus memutar otak demi mendapatkan pendapatan di luar tiket.
"Pendapatan pasti akan besar dari non tiket, bagaimana mau dari tiket kalau harganya saja disubsidi. Tidak ada keuntungan banyak kalau tarif tiket saja disubsidi, makanya dari non tiket," ungkap William.
Selain dari ritel, pendapatan non tiket lainnya juga akan dicari dari iklan perusahaan yang dipasang di stasiun MRT. Sayang, William tak menyebut lebih rinci berapa persen kontribusi yang akan diberikan oleh pendapatan non tiket untuk dompet perusahaan.
Sementara itu, perusahaan menetapkan harga tiket yang sesuai dengan keekonomian sebesar Rp25 ribu per tiket. Namun, MRT Jakarta telah mengusulkan harga tiket subsidi dalam rentang Rp8.500-Rp10 ribu per tiket kepada pemerintah.
[Gambas:Video CNN]
Sejauh ini, belum ada keputusan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengenai jumlah subsidi yang akan diberikan.
William menambahkan pihaknya yakin perusahaan akan mendulang keuntungan sejak tahun pertama MRT beroperasi. Bila sesuai rencana, MRT akan dioperasikan secara komersial pada akhir Maret 2019 mendatang.
"Keuangan positifnya berapa sudah ada proyeksi, tapi detil sekali. Pokoknya untung," kata William.
(aud/agt)
https://ift.tt/2GQDbNd
March 01, 2019 at 02:19AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dorong Pendapatan, MRT Kejar Setoran 'Sewa' dari 15 Ritel"
Posting Komentar