Ketiganya kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Karawang. Ketiganya disangka melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) setelah diduga melakukan kampanye hitam terhadap pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019.
Tiga emak-emak itu disebut berasal dari organisasi relawan Partai Emak-emak Pendukung Prabowo-Sandi (PEPES). Namun Wakil Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferry Juliantono, mengungkap dugaan bahwa emak-emak tersebut justru penyusup dari pihak lawan yang pura-pura menjadi relawan Prabowo-Sandi.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf pun membantah dan menyebut Ferry telah menyebarkan fitnah. Mereka menuding balik bahwa tim pemenangan Prabowo-Sandi panik karena berbagai strategi kampanye hitam dengan menyebar hoaks selalu ketahuan.
Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun tak menampik kemungkinan munculnya penyusup pada salah satu paslon dalam Pilpres 2019. Rico mengatakan, penyusup merupakan salah satu bagian dari gerakan kontra-intelijen dalam kontestasi politik. Namun menurutnya hal itu sangat wajar terjadi.
"Kalau dibilang operasi intelijen ya mungkin saja terjadi. Misalnya salah satu calon umpan dokumen yang salah untuk membuat pihak lawan seolah-olah membuat kesalahan, itu tidak hanya di Indonesia tapi ada juga di negara lain," ujar Rico kepada CNNIndonesia.com, Kamis (28/2).
Ratna Sarumpaet. (CNN Indonesia/Gloria Safira Taylor)
|
Namun, menurut Rico, dugaan kampanye hitam itu harus dibuktikan terlebih dulu apakah inisiatif emak-emak PEPES atau telah diatur secara sistematis oleh salah satu pihak. "Kalau ini ternyata spontan dilakukan emak-emak ya sudah selesai. Artinya emak-emak ini memang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya," katanya.
Kendati demikian, lanjut Rico, dugaan kampanye hitam itu tak lantas dituduhkan pada kubu Prabowo maupun Jokowi. Jika memang dugaan kampanye hitam itu dilakukan secara sistematis, mestinya kampanye tak hanya dilakukan di satu titik saja.
Selain itu, jika tuduhan kampanye hitam ini benar dilakukan kubu Prabowo, Rico menilai, tim paslon nomor urut 02 itu justru melakukan kesalahan karena memilih Karawang sebagai tempat untuk menjatuhkan lawan. Berkaca dari perolehan survei selama ini, Karawang yang berada di provinsi Jawa Barat termasuk kandang suara bagi Prabowo.
Menurutnya, praktik kampanye semacam itu lebih efektif dilakukan di wilayah yang menjadi kandang suara bagi capres petahana seperti Jawa Tengah atau Jawa Timur.
"Kalau betul ini dilakukan tim Prabowo harusnya di banyak titik. Dan enggak ada gunanya juga di Jabar. Buat apa melakukan black campaign bagi lawan di basis sendiri? Tidak ada gunanya," ucap Rico.
Menurut Rico, pihak yang dirugikan dalam dugaan kampanye hitam itu adalah Jokowi-Ma'ruf. Namun apabila ditilik lebih jauh, kata dia, kubu Prabowo-Sandi sejatinya juga dirugikan. "Sekilas memang yang dirugikan Pak Jokowi, sekilas lho ya. Tapi kalau mau lebih detail kubu Prabowo justru lebih dirugikan," tuturnya.
Rico mengatakan, dugaan kampanye hitam oleh emak-emak itu sangat mudah ditelusuri. Terlebih kampanye itu terekam melalui sebuah video yang viral di media sosial. Jika memang kampanye itu digerakkan oleh tim Prabowo, Rico menilai hal itu sama seperti mengulang kebodohan dalam kasus Ratna Sarumpaet.
Saat itu publik sempat ramai soal dugaan pemukulan wajah Ratna yang ternyata operasi plastik. Sementara informasi soal pemukulan saat itu sudah menyebar luas. Bahkan Prabowo telah menggelar konpers atas peristiwa tersebut.
"Ratna begitu iseng atau bagaimana kan kita enggak tahu. Tapi siapa yang dirugikan? Bukan siapa-siapa tapi Pak Prabowo. Orang sudah percaya sampai konpers ramai-ramai, ternyata enggak benar," terang Rico.
Rico pun meminta agar polisi lebih cermat menelusuri dugaan kampanye hitam yang dilakukan emak-emak tersebut. "Itu memang salah tapi harus dilihat lebih lanjut kenapa itu terjadi. Apakah spontanitas pribadi atau tidak, harus dilihat lebih dalam," ucapnya.
Politik dan Intelijen tak Terpisahkan
Pengamat militer Khairul Fahmi mengatakan, intelijen dan politik sebenarnya merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan. Pada dasarnya, kata dia, politik adalah suatu cara untuk mendapatkan, mempertahankan, hingga merebut kekuasaan. Sementara dalam konteks politik, gerakan intelijen juga dimaknai sebagai rangkaian kegiatan untuk mencapai kekuasaan itu sendiri.
"Jadi sebenarnya intelijen dan politik ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan," katanya.
Di sisi lain, menurut Khairul, pendekatan intelijen dalam pemenangan pemilu merupakan hal yang penting dan menarik. Ia tak menampik bahwa cara seperti itu kerap digunakan dalam kontestasi politik. Tak hanya di Indonesia, di luar negeri, kata dia, cara tersebut acap kali digunakan.
"Pendekatan intelijen dalam pemenangan pemilu sebenarnya penting dan menarik. Kenapa? Karena dia bisa jadi opsi agar pemilu tidak sekadar berkutat pada isu politik uang dan mendorong kegiatan pemenangan berjalan lebih cerdas," tutur Khairul.
Namun dalam kasus emak-emak yang diduga melakukan kampnye hitam di Karawang, menurut Khairul, harus dibuktikan apakah benar melibatkan pendekatan intelijen. "Ya harus dibuktikan dulu itu," ucapnya.
[Gambas:Video CNN] (psp/ain)
https://ift.tt/2BS3ka3
February 28, 2019 at 11:01PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gaduh Dugaan Penyusup di Balik Kasus Emak-emak Karawang"
Posting Komentar