Keputusan tersebut diambil setelah menggelar pertemuan pejabat tinggi CPOPC selama dua hari di Jakarta pada 27-28 Februari 2019. Saat ini CPOPC beranggotakan tiga negara produsen minyak sawit yaitu Indonesia, Malaysia, dan Kolombia.
"Para menteri sepakat untuk terus menentang rancangan peraturan (RED II) tersebut melalui konsultasi bilateral antara lain melalui ASEAN, WTO, dan forum lainnya yang tepat," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai menghadiri pertemuan tingkat menteri CPOPC di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Kamis (28/2).
Berdasarkan draft RED II, Darmin mengungkapkan kebijakan Uni Eropa mendiskriminasi produk minyak kelapa sawit dari produk minyak nabati lain seperti kedelai dan biji bunga matahari. Pasalnya, lanjut Darmin, UE membatasi dan melarang penggunaan biofuel berbasis kelapa sawit menggunakan skema penggunaan lahan secara tidak langsung (Indirect Land Use Change/ILUC). Padahal, secara ilmiah, metodologi ILUC masih dipertanyakan dan merupakan konsep unilateral yang menyerang minyak kelapa sawit.
"Para menteri (CPOPC) menilai langkah tersebut sebagai kompromi politik di internal UE yang bertujuan untuk mengisolir dan mengecualikan minyak kelapa sawit pada biofuel UE untuk menguntungkan minyak nabati lainnya, termasuk rapeseed yang diproduksi oleh negara-negara UE," ujarnya.
Darmin menyatakan rancangan kriteria pada RED II secara langsung difokuskan kepada minyak kelapa sawit dan deforestasi. Uni Eropa juga tidak berupaya untuk memasukkan masalah terkait lingkungan dengan pengolahan lahan untuk sumber minyak nabati lainnya.
Dia mengungkapkan negara produsen kelapa sawit tetap terbuka untuk berdialog terkait lingkungan dengan UE dalam kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-bangsa 2030 (UNSDG 2030).
CPOPC juga akan berkoordinasi dengan Program Lingkungan PBB (UNEP) dan Organisasi Makanan dan Pertanian Dunia (FAO) guna meningkatkan kontribusi minyak kelala sawit terhadap pencapaian UN SDG 2030 yang melibatkan petani.
Indonesia dan negara produsen sawit lain akan menunggu langkah UE berikutnya sebelumnya menentukan langkah selanjutnya. Apabila UE tetap meloloskan RED II sebagai ketentuan mengikat dan mengimplementasikannya, negara anggota CPOPC dapat mengajukan gugatan ke WTO yang memiliki aturan main yang jelas.
"Kalau belum dijalankan apa yang bisa digugat?" ujarnya.
Lebih lanjut, CPOPC menyepakati untuk menggelar pertemuan tingkat menteri kedua di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 18 November 2019 mendatang. (sfr/lav)
https://ift.tt/2Xu84vW
March 01, 2019 at 03:21AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "RI, Malaysia, dan Kolombia Lawan Larangan Sawit Uni Eropa"
Posting Komentar