Pondok Cina, Siasat Tionghoa Menjangkau Arah

Jakarta, CNN Indonesia -- "Sesaat lagi kita akan tiba di Stasiun Pondok Cina. In a few minutes, we will arrive at Pondok Cina Station."

Kurang lebih seperti itulah kalimat yang meluncur dari pengeras suara dalam KRL Commuter Line, saat kereta menuju sebuah stasiun yang terletak di sebelum atau setelah Depok Baru, tergantung dari arah kedatangan.

Sudah sejak lama saya penasaran dengan tempat ini, dan setiap melewati stasiun ini selalu bertanya-tanya sendiri, "Kenapa (daerah) ini dinamakan Pondok Cina? Memangnya ada perkampungan orang Tionghoa di Depok?"

Karena nama Pondok Cina itu akhirnya saya memutuskan untuk mencari keberadaan peninggalan China di Depok, sebab sejauh yang saya tahu tidak ada pecinan di Depok.

08.00 - Gerilya menuju Stasiun Pondok Cina

Pagi itu saya bertolak dari rumah orang tua saya di Bekasi sekitar pukul 08.00 WIB, stasiun yang terdekat dari rumah orang tua adalah Klender Baru. Memang saya sengaja ingin jalan-jalan menggunakan KRL Commuter Line, sembari memantau sudah sebaik apa kereta dalam kota metropolitan ini.

Namun sesampainya di stasiun saya benar-benar kewalahan karena penumpukan penumpang di pintu masuk, penyebabnya tidak lain adalah mereka yang 'mengular' untuk membeli tiket kereta harian.

Untungnya kesesakan itu tidak berlangsung lama, karena saya harus turun di Stasiun Manggarai untuk berganti kereta menuju Bogor. Sialnya setelah menyeberang lewat terowongan untuk berganti jalur, kereta menuju Bogor tak kunjung datang.

Penumpang hanya diberitahukan posisi kereta terdekat yang menurut saya masih amat jauh, karena belum masuk ke kawasan Jakarta Pusat. Kondisi itu belum ditambah dengan keharusan berhenti cukup lama di stasiun terakhir, Jakarta Kota.

Akhirnya setelah hampir satu jam menunggu kereta yang dinanti tiba juga, dan perjalanan saya dari stasiun Manggarai menuju Pondok Cina tidak ada halangan sama sekali. Rupanya perjalanan dengan KRL Commuter Line masih belum menjadi harapan transportasi publik, karena nyaris tidak ada kepastian waktu dan tak jarang mengalami gangguan.

11.00 - Rumah Tua Pondok Cina

Setelah selesai berurusan dengan KRL Commuter Line, saya beranjak menuju sebuah situs budaya dan sejarah terkait Pondok Cina yang hanya berjarak sekitar satu kilometer dari stasiun Pondok Cina.

Berdasarkan info yang saya dapat dari posetahadepok, secara historis orang-orang Tionghoa pertama terdapat di Kampong Pondok Tjina (Cina). Orang-orang Tionghoa paling tidak sudah ada sebelum Cornelis Chastelein membuka perkampungan di Landerien (lahan pribadi) Depok.

Salah satu buktinya adalah sebuah rumah tua yang berada di area pusat perbelanjaan terbesar di jalan Margonda Raya. Sayangnya untuk bisa menikmati rumah tua harus melewati hotel di sebelah pusat perbelanjaan.

Hilangnya Jejak China di Pondok Cina Rumah tua Pondok Cina. (Foto: CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)

Menurut informasi yang saya dapat dari poster di dekat situs budaya tersebut, rumah tua Pondok Cina dibangun tahun 1841 oleh seorang arsitek asal Belanda. Pada pertengahan abad 19, rumah ini dibeli oleh saudagar China bernama Lauw Tek Lock.

Sebelum bernama Pondok Cina, tempat tersebut bernama Kampung Bojong yang masih didominasi hutan dan semak belukar.

Akibat keputusan yang diterbitkan oleh Cornelis Chastelein tentang larangan orang Tionghoa untuk tinggal di Landerien Depok, banyak dari mereka yang mendirikan pondok di sekitar rumah besar tersebut untuk menyiasati jarak tempuh dari Jakarta menuju Depok.

Akhirnya orang-orang menyebut kawasan itu sebagai Pondok Cina dan nama Kampung Bojong tidak lagi dipakai sejak tahun 1918.

12.00 - Menepi mengisi perut

Kawasan pusat perbelanjaan di hari Minggu tak ada bedanya dengan stasiun, padat dan semrawut. Saya perlu waktu lebih dari 30 menit untuk mencari tempat makan yang tidak ramai.

Akhirnya saya harus menyerah kepada menu masakan ala Jepang karena hanya tempat makan ini yang agak manusiawi, meskipun tadinya saya mau mencari menu masakan China agar bisa merasakan aura Imlek.

Hilangnya Jejak China di Pondok Cina Makanan Jepang sebagai menu makan siang. (Foto: CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)

14.00 - Kampung Lio dan Setu Rawa Besar

Setelah drama di KRL akhirnya saya menyantap menu makanan dengan ugal-ugalan agar lebih semangat mengunjungi lokasi berikutnya. Angkutan kota pun menjadi pilihan untuk menuju lokasi berikutnya yakni Kampung Lio. 

Untuk menuju ke tempat ini dari kawasan Margonda terbilang cukup mudah, carilah angkutan perkotaan (angkot) yang menuju ke terminal Depok namun berhentilah di usai pertigaan besar sebelum terminal. Kemudian menyeberang dan lanjutkan naik angkot yang menuju sawangan dan berhenti di jalan Kembang Lio. 

Mengutip sumber yang sama dengan Poncok Cina, nama Kampong Lio dikaitkan dengan keberadaan pabrik bata (lio) pada masa lampau. Di Kota Depok sekarang, terdapat dua nama kampong Lio yang terkenal di masa dulu, yakni Kampung Lio di Landerien Depok dan Kampong Lio di Landerien Pondok Terong (Citayam).

Hilangnya Jejak China di Pondok Cina Kawasan Situ Rawa Besar di Kampung Lio. (Foto: CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)

Anehnya, industri bata di Depok dan Citayam sama-sama dekat dengan perkampungan orang-orang Tionghoa. Orang-orang yang berada di dalam sentra bata baik di Depok maupun Citayam sama-sama dekat dengan pasar. Di Depok pabrik bata ini dekat dengan Pasar Kemiri Moeka (sekitar Stasiun Depok Baru yang sekarang).

Sayangnya apa yang saya baca sama sekali berbeda dengan kenyataan. Situ rawa besar atau Kampung Lio saat ini tak ubahnya kawasan permukiman yang padat dan sesak. Tidak aja jejak China sama sekali di sini, yang ada hanya orang-orang yang memancing atau berkumpul di pinggir danau besar yang terbengkalai.

Potensi wisata ini sama seakan sama sekali tidak dilirik oleh Pemerintah Kota Depok.

17.00 - Berteduh di Kong Miao Genta Kebajikan

Usai berkeliling di Kapung Lio dan Situ Rawa Besar, saya harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkot dan berhenti di perlimaan Pitara untuk mencari Kong Miao Genta Kebajikan. 

Lokasi rumah ibadah umat Khonghucu ini tidak terlalu sulit dicari, karena ornamennya yang cukup mencolok. Beruntung saya sempat bertemu dengan ketua pengurus Kong Miao Genta Kebajikan, Suwoto. Menurutnya Kong Miao ini sudah cukup lama berdiri, namun lokasi yang sekarang sudah berbeda dari lokasi awalnya.

Hilangnya Jejak China di Pondok Cina Kong Miao Genta Kebajikan. (Foto: CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)

Namun saat tengah diajak berkeliling Kong Miao, mendadak hujan deras turun. Rencana untuk berkeliling area Kong Miao pun tidak terwujud, namun pak Suwoto bercerita banyak tentang harapan umat Khonghucu di tahun mendatang, hingga kisah era orde baru terhadap warga negara keturunan China yang mengakibatkan pemeluk ajaran Khonghucu di Depok berkurang drastis karena ancaman dan teror.

20.30 - Rujak Cingur

Hujan membuat saya tidak kuasa menahan lapar. Namun suasana yang sudah gelap, membuat saya harus bergegas menuju stasiun Pondok Cina. Solusinya adalah memesan ojek online agar tak ketinggalan kereta.

Namun di pertengahan jalan saya melihat secuil harapan untuk meredakan perut yang demonstrasi, warung makanan khas Surabaya seakan memanggil untuk disambangi. Malam itu saya tutup dengan dua porsi rujak cingur yang pedas sebelum kembali berkutat di KRL.

Hilangnya Jejak China di Pondok Cina Rujak Cingur. (Foto: CNN Indonesia/Agung Rahmadsyah)
(ard)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2BnxF0b

February 10, 2019 at 07:57PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Pondok Cina, Siasat Tionghoa Menjangkau Arah"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.