Jangan Prematur Terapkan New Normal di Industri Pariwisata

Jakarta, CNN Indonesia -- Istilah the new normal atau era normal baru mulai digelorakan pemerintah di tengah penyebaran virus corona yang belum usai belakangan ini. Merujuk pada penjelasan Presiden Joko Widodo (Jokowi), the new normal bermakna masyarakat kembali beraktivitas seperti biasa meskipun Covid-19 belum selesai.

Namun aktivitas tersebut dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Kepala negara menyatakan dalam beraktivitas itu, masyarakat harus menyesuaikan diri dan hidup berdampingan dengan Covid-19.

"Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru," kata Jokowi belum lama ini.


Meski Jokowi belum resmi memutuskan pembukaan kembali aktivitas, namun sejumlah sektor mulai bersiap. Mereka tengah mempersiapkan protokol untuk mengantisipasi the new normal tersebut. Salah satunya, sektor pariwisata dan pendukungnya, yakni perhotelan dan restoran. Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan pihaknya tengah menyusun protokol antisipasi the new normal untuk sektor perhotelan dan restoran.

Bahkan, perwakilan PHRI telah bertemu dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio untuk membahas protokol tersebut. Targetnya protokol tersebut rampung pada pekan depan.

"Protokol kami susun, paling lambat pekan depan keluar dan akan berlaku kepada seluruh hotel dan restoran. Kami membuat standar minimum, nantinya masing-masing pihak bisa mengembangkan," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Ia menjelaskan gambaran umum protokol tersebut mengatur aspek konsumen dan karyawan sesuai dengan petunjuk pencegahan penyebaran virus corona. Salah satu contoh protokol, konsumen dan karyawan wajib melakukan pengecekan suhu badan dan menggunakan masker.

Lebih lanjut, protokol tersebut juga mengatur tatanan baru untuk tempat makan tamu di hotel dan restoran dengan menjaga pembatasan fisik (physical distancing), pengurangan jumlah tamu pada penggunaan ballroom hotel, pengaturan pembersihan kamar hotel, pengaturan kursi pelanggan restoran, dan sebagainya.

Yusran belum dapat mendetailkan protokol tersebut lantaran masih dimatangkan oleh PHRI. "Tapi itu standar minimum, nanti masing-masing hotel akan mengembangkan, dan justru mereka akan berkompetisi dalam mengembangkan SOP tersebut, sebagai branding hotel dan restoran," paparnya.

Namun demikian, tak serta merta protokol itu diimplementasikan seluruh hotel dan restoran usai disahkan nantinya. Sebab, pemberlakuan protokol the new normal itu akan disesuaikan pada dua hal.

Pertama, kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Pembukaan sektor perhotelan dan restoran akan diprioritaskan pada wilayah zona hijau Covid-19, atau wilayah yang kurva tambahan pasien positif Covid-19 melandai.

Kedua, modal perusahaan. Operasional kembali hotel dan restoran bergantung pada kekuatan permodalan perusahaan. "Contohnya, Bali. Penanganan Covid-19 di Provinsi Bali baik, itu mungkin bisa jadi trial-nya (percontohan) dibuka kembali, tapi sesuai kebijakan daerah," ucapnya.

Seperti diketahui, pariwisata dan pendukungnya merupakan sektor pertama yang terdampak Covid-19. Sektor tersebut merupakan yang terpuruk paling dalam lantaran aktivitasnya lumpuh total akibat virus corona.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) sektor akomodasi dan makanan minuman hanya tumbuh 1,5 persen di kuartal I 2020, turun dari periode yang sama tahun lalu 5,87 persen. Rinciannya, akomodasi minus 4,55 persen dibandingkan tumbuh 2,98 persen tahun lalu.

Sedangkan, makanan dan minuman tumbuh 3,52 persen, melambat dari tahun lalu 6,59 persen. Kontribusi sektor ini kepada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 2,80 persen. Tak heran jika kinerja sektor tersebut lesu.

Meski mengaku belum mengantongi angka kerugian pasti, Yusran mengungkapkan okupansi hotel anjlok lebih dari 90 persen tiap bulannya setelah virus mewabah di Indonesia. Sejalan dengan itu, pendapatan perusahaan rata-rata merosot 90 persen-100 persen tiap bulan.

Kondisi ini, berlangsung kurang lebih sejak Maret 2020 lalu atau tiga bulan. Ia menuturkan sektor perhotelan dan restoran sangat terpukul dari sisi penurunan pesanan Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE). Pasalnya, kontribusi layanan ini mencapai kurang lebih 30 persen-40 persen dari okupansi hotel dan restoran.

"Sedangkan dari leisure, kami ada Lebaran, Natal, tahun baru, dan libur sekolah. Momentum Lebaran sudah pasti hilang, libur sekolah kami belum tahu karena waktunya sangat dekat di Juni-Juli, jadi kami belum tahu. Ekspektasi kami akhir tahun semoga Covid-19 selesai sehingga orang mau pergi," paparnya.

Menanggapi rencana the new normal tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai saat ini belum tepat untuk membuka kembali aktivitas masyarakat pada umumnya, maupun sektor pariwisata dan pendukungnya secara khusus.

Alasannya, kurva tambahan pasien positif virus corona menunjukkan kenaikan. "Saya melihatnya juga di sisi lain masih banyak kasus positif, apalagi jumlah tes sedikit. Jadi, apakah tidak prematur terlalu cepat dibuka?" katanya.

Menurutnya, terdapat dua hal yang harus dipenuhi sebelum menggerakkan kembali sektor pariwisata dan pendukungnya. Pertama, kurva tambahan pasien positif Covid-19 mulai landai atau turun pada wilayah yang akan dibuka kembali aktivitasnya.

Kedua, pemerintah harus memastikan protokol kesehatan berjalan dengan ketat pada sektor ini.

"Protokol kesehatan harus siap, sebelum menerima kunjungan baru, karena kalau belum siap dan masih banyak positif Covid-19 ini akan mempengaruhi kepercayaan dari wisatawan yang akan kunjung serta brand pariwisata itu sendiri, " ucapnya.

Selain itu, pemerintah perlu memastikan kesiapan permodalan pelaku usaha perhotelan dan restoran, khususnya bagi hotel bintang 2 ke bawah maupun guest house. Pasalnya, ia memprediksi tahapan pemilihan sektor ini memakan waktu satu hingga dua tahun ke depan. Usai vakum kurang lebih 3 bulan lamanya, kata dia, tak semua hotel dan restoran memiliki kemampuan untuk bangkit dalam waktu singkat.

"Sedangkan ongkos pemulihan itu besar. Saran saya dengan menggandeng juga platform online seperti Traveloka untuk memastikan semua hotel dan restoran menerapkan protokol kesehatan," ujarnya.

Senada, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan jika pemerintah ingin membuka kembali aktivitas, maka sebaiknya mempertimbangkan kurva tambahan pasien positif. Pemerintah, kata dia, hendaknya berkaca dari pengalaman negara lain yang sudah terlebih dulu melonggarkan lockdown.

"Misalnya Jepang ada prasyarat yang dilalui oleh pemerintah sebelum melalui reopening salah satunya tidak ada kasus Covid-19 baru melebihi 20 orang," ucapnya.

Untuk sektor pariwisata sendiri, ia menyatakan tak serta merta setelah aktivitas kembali normal masyarakat akan langsung kembali pergi melancong. Sebab, dari sisi psikologis masyarakat lebih mengutamakan kesehatan sehingga masih membutuhkan kepastian terhadap pandemi sendiri.

"Contohnya sejumlah negara bagian di AS, kalau melihat data penjualan dan kunjungan restoran setelah proses dibuka justru belum mengalami perbaikan. Artinya, meskipun di AS oke kami reopening tapi secara psikologis masyarakat masih tahan melakukan aktivitas berlebihan di luar," ujarnya.

Ia memprediksi pola serupa terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu, ia mengimbau pelaku usaha perhotelan dan restoran untuk menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan sehingga pengunjung lebih nyaman untuk berwisata.

Ia juga berharap protokol kesehatan ini tidak hanya dipatuhi oleh hotel berbintang saja namun seluruh jasa perhotelan dan restoran. Dengan demikian, masyarakat memiliki rasa percaya dan aman untuk berwisata.

"Memang agak sulit terkait pariwisata akan rebound akhir tahun nanti. Sebab, meskipun dipaksakan dibuka orang tidak serta merta melakukan kunjungan pariwisata," katanya.

(agt)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3bPJons

May 20, 2020 at 08:27AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Jangan Prematur Terapkan New Normal di Industri Pariwisata"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.