
Ekonom Faisal basri menyebut defisit perdagangan emas turut menyumbang pemburukan transaksi perdagangan pada tahun lalu.
"Jika pada tahun-tahun sebelumnya, kita (Indonesia) menikmati surplus perdagangan emas, pada 2018 berbalik menjadi defisit. Artinya, impor emas lebih besar dari ekspor," jelas Faisal dalam situs pribadinya, dikutip Senin (11/12).
Berdasarkan data BI, sejak 2010 hingga 2017, Indonesia selalu mengalami surplus neraca perdagangan emas non-moneter. Jumlahnya bahkan sempat mencapai US$1 miliar pada 2010 hingga 2014.
Pada 2010, Indonesia mengalami surplus US$1,2 miliar, 2011 surplus US$1,61 miliar, 2012 surplus US$1,97 miliar, 2013 surplus US$1,76 miliar, dan 2014 surplus US$1,51 miliar.
Sementara pada 2015, surplus dagang emas tercatat sebesar US$730 juta, 2016 sebesar US$574 juta, dan 2017 sebesar US$899 juta.
Menurut Faisal, defisit perdagangan barang emas turut menyumbang pemburukan transaksi perdagangan barang. Pada tahun lalu, menurut dia, Indonesia pertama kali dalam sejarah mencatatkan defisit perdagangan barangan.
"Untuk pertama kali dalam sejarah, Indonesia mengalami defisit perdagangan barang walau hanya US$431 juta," ungkap Faisal.
Faisal menyebut surplus perdagangan nonmigas yang merosot tajam sebagai biang keladi defisit perdagangan barang.
Berdasarkan data BI, surplus perdagangan nonmigas tahun lalu 'terjun bebas' dari US$25,26 miliar menjadi US$11,17 miliar. Hal ini seiring dengan pertumbuhan impor barang yang mencapai 18,8 persen, sedangkan ekspor hanya tumbuh 6,37 persen. (agi)
http://bit.ly/2Do1X2Q
February 12, 2019 at 01:39AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tahun Lalu, RI Defisit Perdagangan Emas"
Posting Komentar