Contoh jenis kredit yang dimaksud, antara lain kredit pemilikan rumah (KPR), kredit modal kerja atau usaha, hingga kredit kendaraan bermotor (KKB). Caranya, nasabah terdampak mengajukan keringanan ke lembaga keuangan, baik bank maupun multifinance masing-masing.
Aturan pelonggaran itu tertuang dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Beleid tersebut berisi tentang keringanan atau pelonggaran cicilan kredit bagi pekerja informal terdampak virus corona.
Dalam aturan disebutkan nasabah bisa mengajukan permohonan secara daring (online) melalui e-mail atau website yang ditetapkan oleh bank dan multifinance. Nantinya, tiap perusahaan akan melakukan penilaian (assessment) apakah nasabah yang terdampak secara langsung atau tidak dari penyebaran virus corona. Jika permohonan disetujui, bank dan multifinance bakal memberikan keringanan pembayaran kredit berdasarkan profil nasabah. Masing-masing perusahaan nantinya akan menyampaikan informasi persetujuan keringanan pembayaran kredit secara online atau melalui website.
Aturan mengenai pelonggaran pembayaran kredit ini tentu menjadi angin segar bagi semua pihak yang terdampak penyebaran virus corona. Setidaknya kebijakan ini bisa menunda beban masyarakat.
Tapi jangan lupa. Pelonggaran kredit ini hanya berlaku sementara, bukan selamanya. Masing-masing bank akan mengatur jangka waktu sampai berapa lama keringanan akan diberikan.
Perencana Keuangan Zielts Consulting Ahmad Gozali mengungkapkan bentuk keringanan yang diberikan bank dan multifinance akan beragam. Bergantung dari profil masing-masing nasabah.
"Bank dan multifinance memang diizinkan untuk melakukan relaksasi kredit kepada nasabahnya. Namun, kebijakan relaksasi diserahkan pada penilaian masing-masing perusahaan," ujar Ahmad kepada CNNIndonesia.com, dikutip Jumat (5/1).
Beberapa bentuk relaksasi yang bisa diberikan, antara lain penundaan pembayaran pokok utang, penundaan pembayaran bunga utang, penundaan pembayaran pokok dan bunga utang, dan perpanjangan tenor atau jangka waktu pinjaman.
Ahmad menjelaskan penundaan pembayaran pokok utang, artinya nasabah diberikan keringanan untuk membayar bunga utang saja, sedangkan pembayaran pokok utangnya ditunda selama jangka waktu tertentu. Ingat, ini hanya penundaan dan nasabah tetap memiliki kewajiban membayar pokok utangnya.
"Ini ada akibatnya. Perhitungan bunga utang itu adalah x persen dikalikan sisa pokok utang. Jika pokok utangnya tidak berkurang, berarti beban bunga akan bertambah dibandingkan biasanya. Jika kredit baru berjalan pada awal periode tenor, maka beban bunga yang dibayar sebenarnya masih cukup besar," papar Ahmad.
Sementara, penundaan bayar bunga utang artinya nasabah hanya akan membayar pokok utang saja. Dengan demikian, jumlah pokok utang akan menurun seiring dengan cicilan yang dibayar setiap bulan."Skema ini mungkin akan diberikan oleh bank atau multifinance jika jangka waktu kredit sudah mau selesai," terang Ahmad.
Kemudian, penundaan pembayaran pokok dan bunga utang berarti nasabah diberikan kesempatan untuk tidak membayar dulu seluruh cicilan kreditnya selama jangka waktu tertentu. Lalu, skema perpanjangan tenor adalah nasabah tetap membayar cicilan pokok dan bunga utang, tapi dengan jangka waktu yang diperpanjang.
"Jadi, nominal cicilan sebulannya menjadi berkurang," imbuh Ahmad.
Menurut Ahmad, nasabah bisa mengajukan skema penundaan membayar bunga utang dan hanya membayar pokok saja untuk beberapa waktu sesuai kesepakatan dengan bank dan multifinance. Tapi, akibatnya beban cicilan masih tetap besar karena bunga utang yang tidak murah.Sementara, nasabah yang ekonominya terdampak signifikan akibat penyebaran virus corona bisa mengajukan perpanjangan tenor. Ini akan membuat total cicilan yang harus dibayar setiap bulannya menjadi lebih rendah dari sebelum-sebelumnya.
"(Perpanjangan tenor) memang jadi menambah beban bunga, tapi akan lebih baik daripada dianggap kredit macet dan terancam kehilangan aset," tutur Ahmad.
Selanjutnya, Ahmad menyarankan perusahaan yang pendapatan anjlok dan arus kasnya terganggu karena penyebaran virus corona juga mengambil langkah cepat. Manajemen bisa mengajukan relaksasi untuk menyelamatkan bisnisnya tanpa harus kehilangan aset.
Ilustrasi perencanaan keuangan. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
|
Di sisi lain, Ahmad bilang nasabah yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan tempatnya bekerja bangkrut sebaiknya jangan mengajukan penundaan cicilan kredit. Menurut dia, opsi yang paling tepat bagi mereka adalah mengajukan restrukturisasi dengan melepas aset yang sekarang sedang dicicil.
"Jangan tambah beban lagi saat sudah tidak memiliki penghasilan. Minta tunda cicilan beberapa bulan sambil melakukan proses penjualan aset itu," jelas Ahmad.
Pilihan itu mungkin cukup 'pahit' karena mau tak mau harus ikhlas melepas asetnya. Namun, opsi ini diperlukan karena tak ada yang bisa memastikan sampai kapan pekerjaan dan penghasilannya kembali di tengah penyebaran virus corona yang masif di dalam negeri.
"Ini diperlukan jika kondisi tidak berpenghasilan ternyata cukup lama waktunya," imbuh dia.Sependapat, Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Budi Rahardjo bilang nasabah yang sudah tak memiliki penghasilan karena penyebaran virus corona lebih baik menjual atau melikuidasi asetnya untuk membayar seluruh utang. Dia bilang nasabah jangan memaksakan diri dengan mengajukan penundaan pembayaran cicilan kredit.
"Nasabah yang tak punya penghasilan lagi lebih baik menjual asetnya. Jadi kalau sedang mencicil mobil, nah mobilnya bisa dijual. Jika hasil penjualan cukup untuk membayar sisa utang baik pokok dan bunga ya pakai hasil penjualan itu," kata Budi.
Tapi, cara ini dilakukan dengan syarat aset yang dijual bukanlah aset yang bisa menjadi sumber penghasilan tambahan. Jika mobil atau motor yang sedang dicicil merupakan aset yang juga digunakan untuk mencari penghasilan, maka jangan dijual.
"Kalau memang aset yang dipunya akan berdampak pada penghasilan, ya harus cari jalan lain. Artinya, nasabah bisa mengajukan dengan skema penundaan cicilan saja," terang Budi.Sementara, ia mengingatkan pengajuan relaksasi kredit sebaiknya hanya dilakukan oleh nasabah yang benar-benar terdampak. Jangan sampai, kata dia, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan OJK ini menjadi aji mumpung bagi nasabah-nasabah yang sebenarnya masih mampu membayar cicilan kredit dengan skema normal.
"Kalau tidak perlu bantuan relaksasi ya tidak perlu mengajukan, karena sebenarnya beban juga bertambah kalau cicilan ditunda atau tenor ditambah. Bunga bisa membengkak, itu hukum kalau tenor diperpanjang," jelas Budi.
Ia menambahkan nasabah sebaiknya tetap tenang dan melakukan komunikasi yang baik dengan bank dan multifinance. Budi mengingatkan agar nasabah tak meminta bantuan kepada lembaga keuangan yang tidak resmi untuk menyelesaikan masalah pembayaran cicilan kredit di masa pandemi ini.
"Tempat yang tidak resmi banyak, bisa pinjaman online (pinjol) ilegal dan lain-lain. Jangan minta bantuan ke tempat yang tidak resmi, karena justru jadi masalah baru nanti," pungkas Budi. (bir)
https://ift.tt/2WdWO74
May 02, 2020 at 08:06AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kiat Memanfaatkan Penundaan Bayar Kredit dari Pak Jokowi"
Posting Komentar