Dua Wajah UU ITE: Tangis Baiq Nuril dan Dalih Nikita Mirzani

Jakarta, CNN Indonesia --

Tim Kajian Revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bentukan Menko Polhukam Mahfud MD telah memanggil sejumlah narasumber untuk dimintai pendapat dan pengalaman mereka bersinggungan dengan UU ITE yang dianggap memiliki jeratan pasal karet.

Para narasumber ini bukan hanya berasal dari 'korban' atau terlapor, tetapi juga pelapor yang menggunakan Undang-undang ITE untuk menjerat lawan mereka. Mereka datang dari berbagai profesi, dari mulai komedian, artis, politikus, tenaga pendidik, jurnalis, hingga aktivis sosial.

Selama kurang lebih dua hari, Senin (2/3) dan Selasa (3/3) mereka dipanggil untuk berbincang dengan tim pelaksana kajian UU ITE yang dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Sugeng Purnomo.


Dari kalangan terlapor yang telah memenuhi panggilan memberikan pendapat baik secara virtual maupun datang ke Kemenko Polhukam di antaranya adalah ibu rumah tangga asal Tangerang Selatan Prita Mulya Sari, guru honorer dari Nusa Tenggara Barat Baiq Nuril Maqnun, aktivis peneliti kebijakan publik Ravio Patra, dosen asal Aceh Saiful Mahdi, hingga jurnalis pembuat film dokumenter Dandhy Dwi Laksono.

Kemudian dari kalangan mereka yang pernah melakukan pelaporan polisi menggunakan UU ITE di antaranya adalah selebritas Nikita Mirzani dan advokat yang juga Ketua Umum Cyber Indonesia Muanas Alaidid.

Dalam keterangannya, Sugeng menerangkan saat berbincang para narasumber itu menyerukan pendapat dan pengalamannya berkaitan dengan undang-undang yang diwacanakan akan direvisi itu. Namun, pandangan narasumber tentu tak sama, ada yang setuju dan tidak setuju terkait wacana revisi ini.

Nikita mengaku tak setuju jika undang-undang itu dihapus atau direvisi. Nikita berpendapat undang-undang itu bisa terus jalan sebagai benteng pertahanan dari sikap-sikap netizen Indonesia yang dia anggap barbar.

"Undang-undang ITE jangan dihapus, kalau dihapus nanti pada bar-bar netizennya, pada ngaco soalnya," ujar Nikita usai menceritakan pengalaman dan alasannya melaporkan orang ke pihak berwajib seperti dalam rekaman video yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (3/3).

Selain Nikita, hal sama juga diungkapkan Muanas. Dia meminta pemerintah berhati-hati dalam menyikapi desakan revisi sejumlah pasal di UU ITE, agar tidak muncul persoalan baru.

"Saya kira poinnya yang pertama jangan sampai kemudian niat baik revisi UU ITE, misalnya dalam pasal 27 ayat 3 yang dituding sebagai pasal karet kemudian malah dihapus dan media sosial kita malah menjadi saling menghujat satu sama lain," kata Muannas yang juga dikenal sebagai politikus PSI tersebut.

"Bapaknya dihina, ibunya dihina ya mungkin itu akan menjadi persoalan kalau kemudian tidak dilaporkan," imbuhnya.

Jika Nikita dan Muannas meminta pemerintah tak menghapus UU ITE, lain lagi dengan pihak lain yang pernah terjerat pasal-pasal karet di undang-undang itu.

Baiq Nuril yang menjadi terpidana UU ITE--padahal dirinya korban pelecehan seksual oleh eks atasannya--justru berharap revisi Undang-Undang ITE tak hanya wacana. Dia tak ingin ada orang yang bernasib sama dengan dirinya, terjerat pasal karet atas uu tersebut.

"Harapannya ya, semoga apa yang disampaikan bapak presiden kemarin mengenai revisi UU ITE bisa terlaksana dan karena saya tidak ingin apa yang menimpa saya kembali menimpa orang lain," kata dia yang telah mendapatkan amnesti dari Presiden RI Joko Widodo pada 2019 silam.

Sementara itu, Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga yang pernah berseteru dengan Rumah Sakit Omni lantaran disebut melakukan pencemaran nama baik dan dijerat dengan UU ITE pada 2009 silam. Prita sendiri kemudian diputuskan Mahkamah Agung tidak bersalah lewat putusan Peninjauan Kembali (PK) pada 2012 silam.

Mahfud MD Tak Melihat ada Masalah dalam UU ITE

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3reHiGs

March 04, 2021 at 11:10AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Dua Wajah UU ITE: Tangis Baiq Nuril dan Dalih Nikita Mirzani"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.