Di salah satu sudut Kota Bandung pada 1980-an, seorang pemuda tiba-tiba naik ke atap rumahnya untuk menyesuaikan posisi antena televisi.
"Cepet atuh, kang. Udah mau mulai ini Losmen si Bu Brotooo!" teriak seorang gadis di dalam rumahnya, membuat sang pemuda panik mencari arah antena yang tepat agar tayangan di televisi terlihat jelas.
Kala itu, Luhung masih duduk di kelas 1 sekolah menengah pertama. Pekerjaannya memang memastikan keluarganya dapat menonton tayangan yang sedang hits di era tersebut, Losmen.
Luhung tak menyangka, kini anaknya sudah dapat menyaksikan serial dengan santai, hanya dari layar gawai. Ia ingat betul, dulu butuh perjuangan panjang bagi keluarganya untuk dapat menonton serial di televisi.
"Dulu mah susah. Waktu itu tuh, Losmen mah kudu pisan. Itu sinetron pertama kayaknya di Indonesia. Semua pada nonton. Enggak boleh ketinggalan," ujar Luhung kepada CNNIndonesia.com.
Medio 1980-an, Losmen memang dianggap sebagai awal mula kehadiran sinema elektronik atau sinetron yang mengusung tema tayangan berseri.
Sinetron bersahaja dan penuh makna
Di awal kehadirannya, sinetron digarap dengan sangat matang. Losmen yang tayang di Televisi Republik Indonesia (TVRI) ini saja digarap langsung oleh para dedengkot teater, yaitu Tatiek Maliyati bersama suaminya, Wahyu Sihombing.
Para pemainnya pun tak tanggung-tanggung. Ada Mieke Wijaya, August Melasz, Mathias Muchus, Dewi Yull, hingga Ida Leman. Keluarga ini hidup harmonis bersama para penghuni losmen yang dikelola oleh Bu Broto di Yogyakarta.
Kesederhanaan kisah dan kedekatan keseharian masyarakat Indonesia dengan serial ini membuat Losmen menjadi salah satu tayangan yang wajib ditonton saat itu.
Lima tahun berselang setelah penayangan perdana Losmen, muncullah Aku Cinta Indonesia (ACI). Kisahnya berpusat pada pertemanan tiga sekawan di SMP Kota Kita, yaitu Amir, Cici, dan Ito, yang merupakan siswa-siswa teladan. Mereka kerap berselisih dengan Wati, sosok antagonis di serial ini.
Dengan tema-tema kehidupan di dalam sekolah, banyak nilai-nilai mengenai kerja keras, tanggung jawab, kerja sama, hingga toleransi yang tersalur lewat sinetron ini.
Dua tahun setelah itu, tepatnya 1987, TVRI mulai menayangkan sinetron Keluarga Rahmat yang mengisahkan keluarga Pak Sadikin, seorang pensiunan pegawai negeri.
Kehidupannya bersama sang istri yang jahat, Ibu Subangun, selalu menarik perhatian penonton. Sinetron ini dianggap sangat lekat dengan kehidupan kelas menengah di Indonesia kala itu.
Karakter antagonis dalam serial ini juga ternyata sangat berpengaruh pada pembangunan emosi dan penambahan makna cerita Keluarga Rahmat.
Sinetron metropolitan
Seiring kehadiran Rajawali Citra Televisi Indonesia sebagai saluran televisi swasta pertama, inti cerita sinetron juga mulai bergeser ketika RCTI menayangkan Hati Seluas Samudra pada 1993.
Dengan bintang Anjasmara, Jeremy Thomas, Elma Theana, dan Paramitha Rusady, sinetron ini mengambil latar kehidupan di pusat kota Jakarta yang metropolitan.
Berkisah tentang dua anak orang kaya yang harus menjalani kehidupan melarat karena ayahnya meninggal, sinetron ini menjual mimpi perjodohan dengan orang kaya.
![]() |
Setahun setelah itu, RCTI mulai menayangkan sinetron legendaris, Si Doel Anak Sekolahan, yang juga mengambil latar Jakarta, meski lebih menitikberatkan pada kehidupan sederhana Keluarga Doel.
Di era bersamaan, ada pula sinetron-sinetron berlatar Jakarta lainnya, seperti Satu Kakak Tujuh Ponakan dan Flamboyan 108, yang dibintangi oleh sederet bintang komedi kenamaan, seperti Robby Tumewu.
Untuk anak muda, ada sinetron Olga Sepatu Roda yang muncul di pertengahan 1990-an. Sinetron ini sangat mewakili anak muda kelas menengah populer di ibu kota.
Baca perkembangan sinetron lokal dari fase fantasi hingga era kiwari di halaman berikutnya...
Sinetron Fantasi hingga Serial di Layanan Streaming
BACA HALAMAN BERIKUTNYAhttps://ift.tt/3bLRf8I
March 14, 2021 at 10:01AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jejak Serial Indonesia, Losmen Bu Broto ke Gossip Girl Lokal"
Posting Komentar