"Saya menyampaikan apa adanya. Ya kan, masa saya diem terus. Saya suruh diem terus? Saya suruh sabar terus? Ya, ndak dong. Saya sekali-kali dong," kata Jokowi kala itu.
Setali tiga uang, tim sukses Jokowi-Ma'ruf juga melakukan hal serupa. Bahkan, para menteri atau kepala daerah juga terlihat membuat pernyataan yang memicu kontroversi publik.
Merujuk hasil sejumlah lembaga survei, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin belakangan masih unggul atas Prabowo-Sandi, meski tidak lagi mutlak. Misal, survei yang dilakukan Median mendapatkan selisih elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi hanya berjarak 9,2 persen atau berkisar 1 digit.
![]() |
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Imawan menilai kondisi saat ini sebenarnya bisa menjadi peringatan agar Jokowi-Ma'ruf maupun tim sukses untuk bekerja lebih keras lagi di sisa waktu yang ada, jika ingin memenangkan pilpres 2019.
"Ibarat alarm, mungkin ini sudah masuk ke dalam lampu kuning menuju merah," kata Satria kepada CNNIndonesia.com, Rabu (6/2).
Menurut Satria, perubahan cara Jokowi yang kini menjadi agresif atau menyerang, bukan persoalan utama. Namun narasi dan konten yang dibawakan Jokowi, kata dia, dapat berujung blunder.
"Misal, ketika menggunakan diksi Rusia. Niatnya 'menyerang', namun jika tidak hati-hati bisa merusak hubungan diplomatik dengan Rusia, yang notabene dipimpin sendiri oleh Jokowi," ujarnya.
Blunder narasi itu, kata Satria, juga dilakukan para tim pendukungnya seperti Wali Kota Semarang dengan pernyataan soal jalan tol, Menteri Komunikasi dan Informatika terkait 'yang gaji kamu siapa' hingga sebutan Cak Jancuk kepada Jokowi di salah satu deklarasi di Jawa Timur.
Satria menganggap persoalan ini muncul lantaran Jokowi seolah ingin melakukan efisiensi dalam berkampanye dengan melibatkan calon anggota legislatif hingga jajaran menteri kabinet.
"Jadi efisiensi yang dilakukan kubu Jokowi berbalik sebagai bumerang ketika agen-agennya melakukan blunder," kata dia.
Calon Presiden nomor urut 01 berjalan santai bersama para pendukung di Tugu Adipura, Lampung, Sabtu (24/11). (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Untuk mengatasi persoalan ini, Jokowi disebut perlu menyalakan kembali mesin-mesin partai koalisi. Jokowi juga diminta tak segan menegur atau mengingatkan caleg partai koalisi agar tak berkampanye yang merugikan elektabilitas.
Satria juga menganggap Jokowi perlu mengevaluasi tim narasi dan konten di Tim Kampanye Nasional (TKN) yang dipimpin Erick Thohir. Sebab, Erick dinilai belum mumpuni dalam menghadapi situasi politik seperti ini.
"Erick Thohir hebat, profesional tingkat atas. Tapi di dalam politik dia baru. Begitu juga dengan profesional di tim TKN. Mungkin TKN bisa lebih melibatkan orang dengan latar belakang partai agar lebih bernarasi yang bertujuan untuk memenangkan suara. Karena itu tujuannya," katanya.
Senada, analis politik Pangi Syarwi Chaniago menganggap berbagai bentuk blunder yang dibawakan Jokowi-Ma'ruf dan tim suksesnya akan berbahaya bagi elektabilitas di sisa waktu kurang lebih dua bulan.
Apalagi, menurut Pangi, sejumlah survei sudah menunjukkan ada kecenderungan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf menurun dan stagnan. Hal ini berbanding terbalik dengan Prabowo-Sandi yang perlahan merangkak naik.
"Bahwa blunder tim Jokowi terus menerus jelas mengembosi elektabilitas Jokowi dan otomatis menguntungkan Prabowo secara elektoral. Semoga Jokowi dan timnya segera recovery dan belajar atas blunder yang sudah dilakukan," ujar Pangi dalam keterangannya.
http://bit.ly/2Dmn45Z
February 06, 2019 at 04:05PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Alarm Blunder Narasi untuk Jokowi"
Posting Komentar