Keppres itu diketahui menjadi salah satu dasar remisi yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada I Nyoman Susrama, otak pembunuhan AA Gde Bagus Narendra, jurnalis surat kabar Radar Bali pada Februari 2009.
Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti berpendapat komitmen Jokowi terhadap kebebasan pers diuji dalam situasi ini. Menurut dia, yang menjadi pertaruhan adalah komitmennya terhadap kebebasan pers, dan keterkaitan politik dengan PDI Perjuangan. Susrama merupakan adik kandung Bupati Bangli, Bali, I Nengah Arnawa, caleg PDIP.
"Ini kesempatan buat beliau (Jokowi) menunjukkan komitmen terhadap kebebasan pers atau tidak," kata Bivitri di kawasan Cikini, Kamis (7/2).
Sebelumnya, Susrama divonis majelis hakim penjara seumur hidup atas pembunuhan terencana terhadap Prabangsa secara sadis. Tubuh Prabangsa dibuang ke laut dan baru ditemukan enam hari setelahnya di perairan Padang Bai, Karang Asem, Bali.
Ahli hukum tata negara ini meyakini remisi ini bisa berdampak buruk bagi elektabilitas Jokowi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 jika tidak ditangani dengan baik.
"Akan merugikan dan dipakai lawan politiknya untuk menyerang. Jangan naif ini yang juga dipermasalahkan orang PDIP, serangan-serangan juga akan lebih mudah," ucap Bivitri.
![]() |
Menurut dia, salah satu hal yang bisa dilakukan Jokowi saat ini adalah mencabut Keppres pemberian remisi terhadap Susrama. Diketahui, sejumlah penolakan disuarakan kelompok masyarakat pascapenerbitan Keppres ini seperti dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), KontraS Surabaya, dan Lembaga Bantuan Hukum.
Momentum terbitkan regulasi baru
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Hukum menyarankan Presiden Jokowi mengubah Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi.
Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada Oce Madril menyatakan Keppres itu merupakan dasar permasalahan pemberian remisi terhadap I Nyoman Susrama. Diketahui, hukuman penjara seumur hidup Susrama diubah menjadi penjara 20 tahun melalui Keppres itu.
"Keppres No.174/1999 semestinya sudah harus diganti, dicabut, dan dibentuk peraturan baru," ujar Oce Madril, Kamis (7/2).
Keppres yang bisa mengubah konsep remisi dari pengurangan masa pidana menjadi perubahan pidana ini perlu dicabut karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Negara Binaan Pemasyarakatan.
Selain itu, kata dia, pasal 35 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2006 (perubahan pertama PP 32/1999) menyatakan ketentuan mengenai remisi diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden. Namun, Keppres 174 hingga kini, kata Oce, masih belum diganti sejak pemerintahan sebelumnya.
Oce menyatakan perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana merupakan bagian dari grasi yang ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
"Jadi kalau tidak (dicabut dan diganti), ke depan akan muncul kembali kebijakan yang memicu protes publik. Jadi permasalahan hulu ini harus dibicarakan juga selain Keppres Susrama," tuturnya.
(chr/ain)http://bit.ly/2GyCo2e
February 08, 2019 at 12:39AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Komitmen Jokowi soal Kebebasan Pers Diuji Remisi Susrama"
Posting Komentar