Sejak Pertamina menyeret turun harga avtur pada 16 Februari 2019 lalu, harga saham Garuda Indonesia melambung hingga hampir menyentuh level Rp500 per saham. Lebih detail, kenaikan harga saham Garuda Indonesia paling tinggi terjadi pada perdagangan 19 Februari 2019 sebesar 11,26 persen dari Rp426 per saham ke level Rp474 per saham.
Bila dipukul rata sepanjang pekan lalu, saham Garuda Indonesia melonjak 16,43 persen dengan posisi terakhir di level Rp496 per saham. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan dengan awal 2019 yang masih berada di area Rp290 per saham.
Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra mengatakan pelaku pasar sebaiknya tak menyia-nyiakan momentum tersebut dengan memasukkan saham Garuda Indonesia dalam daftar pembelian saham pekan ini. Harga saham perusahaan diprediksi terus menggeliat.
"Untuk sepekan harga saham Garuda Indonesia kemungkinan bisa menyentuh level Rp540 per saham," tutur Aditya kepada CNNIndonesia.com, Senin (25/2).
Bila ramalan itu terealisas artinya harga saham Garuda Indonesia akan meningkat 8,87 persen jika dihitung dari posisi Jumat (22/2) lalu. Dari segi persentase memang kenaikannya tak setinggi pekan lalu yang mencapai dua digit, tapi tetap saja masih menebar cuan bagi mereka yang baru mulai melakukan transaksi beli mulai pada awal pekan ini.
Aditya menjelaskan penurunan harga avtur secara otomatis akan mengurangi jumlah beban biaya operasional Garuda Indonesia. Selama ini, pembelian avtur menjadi penyumbang komponen cukup besar untuk beban perusahaan, yakni mencapai 40 persen-45 persen.
Jika Garuda Indonesia bisa menekan biaya operasional, maka perusahaan berpotensi mendapatkan marjin keuntungan lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini tentu akan memperbaiki kinerja keuangan perusahaan yang beberapa tahun terakhir memburuk.
Di sisi lain, perusahaan juga mampu menurunkan harga tiket yang selama ini menjadi polemik di masyarakat. Hal ini tentu akan mendorong minat masyarakat untuk menggunakan maskapai Garuda Indonesia jika hendak bepergian melalui transportasi udara.
Walhasil, pendapatan dari penjualan tiket pesawat ikut terkerek karena jumlah penumpang berpotensi meningkat. Meski harga tiket diturunkan, Aditya menyatakan marjin keuntungan tetap akan terjaga karena perusahaan juga berupaya menggenjot pendapatan dari nontiket.
"Makanya perusahaan juga menargetkan bisa meraup laba bersih tahun ini, berbalikan dari posisi 2018 yang terus rugi dari laporan keuangan terakhirnya pada kuartal III," papar Aditya.
Mengutip laporan keuangan Garuda Indonesia, perusahaan menderita rugi bersih sebesar US$114,08 juta atau Rp1,59 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar Amerika Serikat) pada kuartal III 2018. Kerugian perusahaan itu lebih rendah dari kuartal III 2017 yang mencapai US$222,03 juta atau Rp3,1 triliun.
Pada 2019, perusahaan menargetkan dapat membukukan laba bersih sebesar US$7 juta atau Rp98 miliar. Hal itu tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
Sekadar mengingatkan, manajemen Garuda Indonesia kerap mengeluhkan mahalnya harga avtur beberapa waktu terakhir. Ari Askhara, Direktur Utama Garuda Indonesia sekaligus Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) mengatakan harga avtur yang dijual Pertamina di Indonesia lebih mahal ketimbang harga avtur yang dijual di luar negeri.
Tak ayal, perusahaan penerbangan harus merogoh kocek lebih dalam berkisar 10 persen-16 persen apabila membeli avtur milik Pertamina di Indonesia. Sebaliknya, jika maskapai mengisi avtur di luar negeri, harganya jauh lebih murah.
![]() |
Namun, Februari bisa dibilang menjadi bulan keberuntungan bagi industri penerbangan. Pasalnya, keluhan mengenai mahalnya harga avtur sampai ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Pertamina diminta untuk menurunkan harga avtur.
Jika tidak, ia mengancam untuk memasukkan kompetitor lain ke Indonesia agar harga avtur yang dijual di Indonesia bisa lebih kompetitif seperti di negara lain. Maklumlah, Pertamina masih menjadi satu-satunya perusahaan yang menjual avtur di dalam negeri.
Ucapan Jokowi kelihatannya direspons cepat oleh Pertamina. Tak butuh waktu sampai sebulan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu menurunkan harga avtur sebesar Rp250 per liter menjadi Rp7.960 per liter dari sebelumnya Rp8.210 per liter pada pertengahan bulan ini.
Media Communication Manager Pertamina Arya Dwi Paramita mengatakan harga avtur terbaru sesuai dengan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 17 Tahun 2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
Walaupun begitu, Analis MNC Sekuritas Muhammad Rudy Setiawan mengingatkan pelaku pasar untuk juga berhati-hati dengan saham Garuda Indonesia. Maksudnya, pembelian saham sebaiknya dilakukan secara bertahap atau tidak memborong sekaligus dalam satu waktu.
"Karena harga saham akan menarik atau tidak itu tergantung dari kinerja secara keuangan," ucap Rudy.
Namun, ia memang mengakui penurunan harga avtur akan berdampak positif pada dompet Garuda Indonesia. Sebab, perusahaan memang perlu merogoh kocek yang tak sedikit untuk membeli bahan bakar tersebut.
Hal lainnya, sambung Rudy, investor juga harus mencermati apakah penurunan harga tiket yang sudah dilakukan Garuda Indonesia akan berpengaruh signifikan pada kenaikan jumlah penumpang. Jika tidak, maka justru akan berbahaya untuk keuangan perusahaan.
"Karena volume penumpang lebih kepada seberapa besar alokasi dana masyarakat untuk rekreasi," terang Rudy.
Rudy pun tak terlalu optimis dengan pergerakan harga saham Garuda Indonesia. Ia menyebut bukan tidak mungkin saham perusahaan penerbangan itu kembali terjungkal pekan ini ke arah Rp424 per saham sebagai level terbawah atau level support. Sementara, untuk level resistance atau level teratasnya diprediksi menyentuh level Rp520 per saham. (agi)
https://ift.tt/2EugdJc
February 25, 2019 at 03:14PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Penurunan Harga Avtur Masih Akan Terbangkan Saham Garuda"
Posting Komentar