
Perry menyatakan keputusan ini merupakan hasil pertimbangan bank sentral terhadap kondisi ekonomi di luar maupun dalam negeri.
Dari luar negeri, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan masih tumbuh melambat dipengaruhi menurunnya pendapatan pelaku usaha dan permasalahan struktural di pasar tenaga kerja. Sementara itu, ekonomi China diperkirakan juga masih melambat meski ada ekspansi fiskal melalui pemotongan pajak.
"Di satu sisi, ini memberikan tantangan dalam mendorong ekspor, dan di sisi lain berdampak positif ke negara berkembang termasuk Indonesia karena ada aliran masuk," terang Perry.
Sementara dari dalam negeri, BI mempertimbangkan realisasi beberapa indikator ekonomi. Pertama, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2019 tetap kuat ditopang permintaan domestik, di mana konsumsi tetap tinggi dan berlanjutnya stimulus fiskal, utamanya melalui bantuan sosial.
Kedua, BI menilai neraca pembayaran Indonesia akan mencatat surplus di kuartal I 2019. Prospek ini dipengaruhi proyeksi defisit transaksi berjalan yang turun di 2019, sementara transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang besar. Bahkan, lebih besar dari defisit transaksi berjalan.
Neraca pembayaran ini, lanjut dia mempengaruhi penguatan nilai tukar rupiah. Ketiga, nilai tukar yang menguat 1,17 persen point-to-point. Penguatan tak lepas dari arus modal asing ke pasar modal dan berlanjut hingga April 2019.
"Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah ke depan tetap bergerak stabil dengan mekanisme pasar yang baik," jelas dia.
Keempat, BI juga memandang inflasi pada Maret masih terkendali. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret mencatat inflasi bulanan 0,11 persen dan 2,48 persen secara tahunan.
"Ke depan, BI akan konsisten menjaga kestabilan harga dalam kisaran inflasi 3,5 persen plus minus 1 persen," tutup Perry.
(glh/agt)
http://bit.ly/2IG5KOk
April 25, 2019 at 09:27PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "BI Pertahankan Bunga Acuan di Level 6 Persen"
Posting Komentar