Saat Badai Corona Tak Mempan Bikin Warga Jepang Diam di Rumah

Jakarta, CNN Indonesia -- Hiruk pikuk tak lagi terdengar di jalanan Jepang. Tak ada rutinitas, hanya lengang yang tersisa. Sorot lampu kota menyala tanpa arti di malah hari, kehidupan normal lenyap dari pandangan.
 
Setidaknya itulah yang dilihat Randi Mulyadi, WNI yang hidup di Negeri Sakura kala pandemi virus corona menghantam. Sudah sembilan bulan Randi menetap di Tama Ward, Kota Kawasaki.
 
Pria 26 tahun itu kaget dan tidak siap saat Jepang melaporkan kasus pertama Covid-19 pada akhir Februari lalu.
Ketika virus corona tiba di Jepang, negara itu memasuki musim semi. Sakura sedang mekar, dan orang-orang berkerumun di taman. Kondisi itu membuat pemerintah khawatir. Tak lama kemudian taman ditutup dan polisi diturunkan.
 
Selama wabah corona, Randi yang bekerja di perusahaan waterproofing mengaku kehidupan terasa sulit. Beberapa pekerjaan terpaksa ditunda, aktivitas kantor diliburkan dan tentu saja berpengaruh pada penghasilan.

Ia mengaku masih tetap berangkat ke kantor, namun beban pekerjaan tidak begitu banyak. Perusahaan selalu memastikan ketersediaan masker dan rutin mengecek suhu tubuh karyawan.

Foto: CNN Indonesia/Fajrian

"Yang masih masuk kerja kebanyakan sektor-sektor lapangan. Misalnya pengiriman barang, kantor pos, supermarket, terus salon masih ada beberapa yang tetap buka," kata Randi.
 
Tak hanya urusan kantong yang menipis saat wabah, mencari hiburan murah meriah saja kini sulit, beberapa ruang publik seperti tempat wisata ditutup. Pertokoan juga tiak ada yang buka.
 
"Saya yang biasanya tiap weekend jalan, jadi harus tinggal di rumah. Pernah sekali ngeyel pergi ke daerah Shinjuku, Tokyo. Ketika banyak yang terkena corona di sini, sepi banget. Awalnya tempat itu ramai, banyak wisatawan. Sekarang jadi enggak ada yang menarik sama sekali," ujar Randi.
Sejak angka positif Covid-19 terus bertambah Randi semakin waspada. Hidup di negeri orang yang jauh dari sanak keluarga, dia mesti pintar menjaga diri. Jangan sampai sakit.

Pola hidup pun diubah, lebih sering memperhatikan kesehatan dan kebersihan. "Sekarang jadi sering cuci tangan cukup lama setelah dari luar, terus enggak terlalu banyak pegang benda-benda yang ada di transportasi umum."

Meski dikenal sebagai warga negara yang paling taat aturan, menurut Randi, orang Jepang termasuk tidak bisa diam, seperti harus ada aktivitas yang selalu mereka lakukan.

Warga Jepang menolak untuk tinggal di rumah. (AP Photo/Kiichiro Sato)

Sejak 7 April 2020, Pemerintahan Jepang menetapkan status darurat nasional untuk menghadapi pandemi virus corona. Penduduk diminta untuk tetap tinggal di rumah, tetapi sebagian besar tidak mengikuti anjuran tersebut.

"Kemarin saja ketika golden week, ada hari libur kurang lebih satu minggu. Mereka malah pingin kerja di hari libur itu. Ternyata setelah ditanya, bukan karena suka kerja, tapi memang enggak tahu harus ngapain. Biasanya pergi ke Pachinko atau minum-minum, tapi banyak yang tutup. Makanya bingung."

 
Tak hanya pekerja, anak-anak muda pun sama. Mereka keluar rumah, berkumpul, dan pergi ke pantai karena cuaca sedang cerah.

Selain warga yang tak patuh, Randi sendiri melihat respons pemerintah setempat dalam mengantisipasi virus corona agak terlambat. Beberapa imbauan seperti tinggal di rumah dan meliburkan tempat kerja serta sekolah baru diserukan setelah banyak orang tertular.
 
Sisi baiknya, meski meminta beberapa pekerjaan ditunda dan diliburkan, pemerintah memberi bantuan tunai untuk setiap rumah per orang sebesar 100.000 yen. Termasuk WNA yang tinggal di Jepang.
 
Randi mengaku tidak banyak mengetahui bagaimana penanganan medis Covid-19 di Jepang. Tetapi, dari apa yang ia dengar, rumah sakit setempat hanya akan memeriksa orang yang bergejala.

Untuk orang yang sekadar ingin tahu apakah dirinya positif virus atau tidak, rumah sakit tidak akan menerima, khususnya bagi WNA. Aktivitas pengujian pun sedikit dilakukan.
 

Foto: CNN Indonesia/Fajrian

Pekan lalu dalam sebuah jumpa pers, seorang pakar panel Jepang menggagas pedoman baru yang harus dijadikan norma bagi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
 
Norma baru yang disarankan berupa kewajiban mengenakan masker di luar ruangan, menjaga jarak sekitar dua meter di antara kerumunan, memberlakukan kerja jarak jauh sebanyak mungkin, menghindari ruang penuh sesak, dan rutin mencuci tangan dengan sabun.


Selain itu, orang-orang yang bersantap di restoran harus duduk di luar, serta berdampingan sambil menjaga jarak ketika mengobrol. Namun, hal itu semakin menambah reaksi negatif dari masyarakat. Kebijakan itu menuai kritik di media sosial.

Akan tetapi, setelah melihat angka positif yang semakin bertambah dari hari ke hari, masyarakat Jepang mulai takut keluar rumah dan lebih menjaga diri. "Sekarang hampir semua orang pakai masker, kecuali yang jogging," kata Randi. (ans/dea)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2LnIHan

May 14, 2020 at 08:10AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Saat Badai Corona Tak Mempan Bikin Warga Jepang Diam di Rumah"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.