
Di sektor energi, Jokowi saat debat kedua capres 2019 menyampaikan bahwa visinya ingin Indonesia maju dalam bidang energi alternatif Biodiesel B100 agar ke depan bisa mengurangi pemakaian bahan bakar fosil.
"Ke depan kami ingin sebanyak-banyaknya mengurangi pemakaian energi fosil, sehingga pemakaian bio diesel pemakaian green fuel akan kami kerjakan. Sudah kami mulai dengan melakukan produk di B20 ini akan kami teruskan sampai ke B100 sehingga ketergantungan kami pada energi fosil semakin dikurangi dari tahun ke tahun," kata Jokowi di debat kedua capres 2019.
Perluasan B20 atau Biodiesel 20 diketahui sudah diresmikan sejak 1 September 2018. Sederhananya, B20 merupakan campuran dari bahan bakar diesel dengan 20 persen minyak nabati. 20 persen nabati itu bisa diperoleh dari crude palm oil (CPO/minyak sawit).
Lebih dari itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan pelaksanaan Program Mandatori Campuran Biodiesel sampai 30 persen untuk bahan bakar (B30) akan diumumkan pada Oktober 2019.Program pemerintah tersebut pun disambut baik oleh Capres 02 Prabowo. Prabowo menyebutkan Indonesia seharusnya bisa mempercepat penggunaan B100 setelah ia mengetahui negara Brazil yang sudah memanfaatkan B90.
"Dan saya sudah bicara dengan para ahli, para pelaku, para pengusaha. Mereka sudah melaksanakan. Benar kita sudah ke arah B20. Tetapi, Brazil bisa sampai B90 sembilan puluh. Kita masih, saya bukan pesimis pak, saya sangat optimis kita mampu untuk sangat mampu untuk swasembada di bidang energi dan kelapa," kata Prabowo.
Jokowi meyakini Indonesia bisa menuju Biodiesel 100 persen atau B100, dan rencana ini jelas akan melibatkan produsen otomotif agar kemudian menyiapkan mesin diesel yang bisa 'menenggak' energi alternatif tersebut.
Dari sisi industri otomotif, perluasan mandatori B20 turut ditunjang dengan pemberian insentif yang disiapkan pemerintah melalui program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).Dengan program LCEV diharapkan produksi kendaraan berbahan bakar fleksibel (flexy) atau alternatif bisa tumbuh pesat. Selain B20, kendaraan yang mesinnya mampu 'minum' etanol dari tebu juga masuk ke dalam kategori flexy.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin Putu Juli Ardika sempat mengatakan sebagai regulator pihaknya ingin mengembangkan kendaraan flexy karena penyediaan infrastrukturnya lebih mudah dan murah, ketimbang kendaraan listrik.
Selain mengurangi pemakaian bahan bakar dari fosil bumi, menekan kadar emisi, pemerintah juga tak perlu repot menyediakan infrastruktur. Dalam penyaluran B20, pemerintah cukup memanfaatkan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) milik Pertamina.
"Itu (kendaraan bahan bakar fleksibel) yang biaya lebih murah dan infrastruktur yang ada kaya pompa-pompa bensin bisa digunakan. Dan biaya untuk teknologinya enggak semahal yang tadi (listrik)," kata Putu.
Komentar ProdusenExecutive General Manager Toyota Astra Motor (TAM) Fransiscus Soerjopranoto mengatakan bahwa pihaknya menuruti rencana pemerintah.
"Kami tunggu aturannya saja. Yang jelas semua APM pasti berusaha keras membantu merealisasikan keinginan pemerintah," kata Soerjopranoto ketika dihubungi CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan ada empat poin untuk merealisasikan program bauran bahan bakar nabati (BBN) hingga 100 persen, yaitu industri, regulasi, infrastruktur, dan konsumen.
"Saat ini pemerintah sedang menyiapkan regulasinya, kami industri tentu akan menyambut dengan menyiapkan bisnis plannya. Selanjutnya pemerintah dan industri dengan berbagai pihak pemangku kepentingan bekerja sama menyiapkan infrastruktur dan perilaku konsumen," ungkap Bob.
Lebih dari itu Astra Daihatsu Motor (ADM) sebagai produsen dengan kapasitas pabrik terbesar di Indonesia justru tidak tertarik menyediakan mesin diesel yang bisa memanfaatkan bahan bakar nabati hingga 100 persen."Daihatsu tidak ada diesel sekarang atau untuk ke depannya," kata Direktur Marketing ADM Amelia Tjandra.
Vice President of Corporate Communication BMW Grup Indonesia Jodie O'tania sempat menyatakan bahwa Biodiesel B20 bukan bahan bakar yang direkomendasikan oleh prinsipal BMW. Mobil-mobil BMW di dunia dianjurkan menggunakan bahan bakar solar rendah sulfur.
"Bisa (pakai B20), tapi berkaitan dengan kualitas mesin. Jadi itu kan juga dipengaruhi sama iklim di sini kondisi panas karena Indonesia negara tropis," ucap Jodie.
Suatu hal lumrah mobil bermesin diesel mengalami masalah ketika menggunakan bahan bakar nabati (BBN) yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin.Masalah utama adalah penyumbatan pada bagian injector akibat penumpukan lemak nabati. Jika tersumbat maka penyemprotan bahan bakar ke dalam ruang bakar akan terganggu. Untuk menghindari hal tersebut, biasanya 'memodifikasi' mesin untuk melancarkan aliran bahan bakar seperti menambahkan peranti untuk melumerkan lemak.
PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) selaku distributor kendaraan niaga Mitsubishi yang menyadari kondisi itu justru menggunakan cara menambah jumlah filter bahan bakar kendaraan niaga seperti Colt Diesel. Konsekuensi yang harus dihadapi, yaitu konsumen akan mengeluarkan dana lebih ketika melakukan servis kendaraan. (mik)
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190218161045-384-370393/hitung-hitung-biodiesel-b100-jokowi-di-industri-otomotif/
February 18, 2019 at 11:41PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Hitung-hitung Biodiesel B100 'Jokowi' di Industri Otomotif"
Posting Komentar