
Salah satu kesepakatan yang sempat berlangsung alot antara pemerintah, Inalum dan Freeport McMoRan (FCX), induk PTFI yang berkedudukan di Amerika Serikat, adalah soal hak partisipasi (participating interest) sebesar 40 persen yang dimiliki Rio Tinto pada PTFI.
Rio Tinto adalah raksasa pertambangan Australia dan Inggris.
Hak partisipasi tersebut dikonversi menjadi saham di PTFI sebagai upaya Indonesia mengendalikan saham mayoritas sebesar 51 persen di perusahaan tersebut. Hak partisipasi intinya memberikan hak atas hasil produksi dan kewajiban atas biaya operasi PTFI sebesar 40 persen sampai 2022, dengan batasan produksi tertentu (metal strip).
Memengaruhi Hasil
Mulai 2023, Rio Tinto akan mendapatkan hak dan kewajiban penuh sebesar 40 persen dari produksi tanpa batasan tertentu hingga 2041. Kerjasama operasi ini, walaupun tidak mempengaruhi komposisi saham PTFI, namun memengaruhi komposisi pembagian hasil produksi PTFI.
Contohnya, jika produksi PTFI 100 ton, maka Rio Tinto akan langsung mendapat 40 ton, dan sisa 60 ton dibagi antara Inalum dan FCX yang hasil akhirnya tercermin dalam dividen.
"Jika masalah hak partisipasi ini tidak diselesaikan maka setelah 2022, Inalum dan FCX hanya mendapatkan 60 persen dari produksi PTFI karena 40 persen sudah langsung dialokasikan untuk Rio Tinto," tutur juru bicara Inalum Rendi A. Witular dalam keterangan tertulis, Rabu (6/2).
Skema kerja sama operasi antara Rio Tinto dan FCX tersebut sudah disetujui oleh pemerintah Indonesia di zaman Soeharto. Menteri ESDM IB Sudjana dan Menteri Keuangan Marie Muhammad secara tertulis menyetujui kesapakatan tersebut pada 1996.
Informasi terkait kerjasama tersebut sudah dimasukkan ke laporan keuangan tahunan yang sudah diaudit FCX dan PTFI sejak 1996. Sebagai perusahaan terbuka, FCX setiap tahunnya mencantumkan informasi tersebut di laporan tahunannya yang dapat diunduh di situs mereka.
"Harusnya para pihak yang mempermasalahkan skema Rio Tinto itu sudah mempertanyakannya jauh hari. Informasinya terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca," kata Rendi.
Salah satu isu yang dipermasalahkan juga terkait dengan kerjasama Rio Tinto yang mengecualikan Blok A dalam skema tersebut. Blok A adalah konsesi yang dioperasikan oleh PTFI di Kabupaten Mimika, Papua.
"Mengenai anggapan kerjasama Rio Tinto hanya berlaku di Blok B. Ini terjadi karena kurangnya ketelitian para pengamat dalam membaca surat Menteri ESDM IB Sudjana yang memberikan persetujuan ke Rio Tinto di atas volume "metal strip" tertentu untuk Blok A," katanya.
Sebelum divestasi Hak Dividen Hak Partisipasi
FCX 90,64% 54,32%
Indonesia 9,36% 5,68%
Rio Tinto 0% 40%
Hanya membeli saham FCX Hak Dividen Hak Partisipasi
FCX 49% 29%
Indonesia 51% 31%
Rio Tinto 0% 40%
(asa/asa)
http://bit.ly/2REQYHr
February 06, 2019 at 08:56PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Inalum Beberkan soal Hak Partisipasi Terkait Saham Freeport"
Posting Komentar