
Hal ini merupakan hasil riset yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) kuartal I 2019. Responden terdiri dari 255 investor institusi yang memiliki dana kelolaan di berbagai instrumen investasi mencapai Rp700 triliun.
Panel Ahli Katadata Insight Center Wahyu Prasertyawan menjelaskan sebanyak 36 persen dari total responden menganggap politik dalam negeri dapat mempengaruhi naik dan turunnya keuntungan investasi di dalam negeri. Padahal, pada kuartal IV 2018, kekhawatiran terbesar adalah ekonomi global.
"Menjelang pemilihan umum semakin banyak investor yang menaruh perhatian terbesarnya pada politik dalam negeri, pemilihan umum sebagai kegiatan yang tidak bisa diabaikan," ungkap Wahyu, Kamis (11/4).
Walaupun demikian, Wahyu menyebut investor sejauh ini tetap menilai kondisi politik dalam negeri masih stabil. Hanya sekitar 14 persen responden yang memandang kondisi politik tak stabil, 18 persen netral, dan sisanya 67,1 persen stabil.
"Bukan hanya sekarang tapi juga tiga bulan ke depan mayoritas investor menilai kondisi politik aman," ujar dia.
Ia tak menampik beberapa kelompok masyarakat kini banyak yang berbeda pendapat terkait siapa yang dipilih dalam pilpres pekan depan. Namun, perdebatan mayoritas hanya terjadi di media sosial, tidak di dunia nyata.
"Kalau di India kan negara itu habis pilpres ada yang meninggal tujuh orang, kalau di Indonesia tidak ada darah yang menetes," jelas Wahyu.
Pascapilpres, investor tak khawatir terjadi perubahan kebijakan ekonomi 180 derajat dari sekarang. Pasalnya, apapun kebijakan yang ada, investor percaya pemerintah tetap berupaya meningkat perekonomian dan membuat iklim investasi positif.
Riset bahkan menunjukkan kepercayaan investor pada kuartal I 2019 meningkat signifikan menjadi 149,6 dibandingkan posisi kuartal IV 2018 yang hanya 139,1. Kenaikan kepercayaan investor dilatarbelakangi oleh penilaian mereka terhadap sejumlah indikator makro ekonomi, seperti laju inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Kalau dilihat ini ada 62 persen investor melihat pertumbuhan ekonomi sekarang semakin baik pada kuartal I 2019, lalu laju inflasi dinilai sedang oleh 48 persen investor dan 42 persen menganggap masih rendah," papar Damhuri.
Diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 sebesar 5,17 persen. Angka itu sebenarnya lebih rendah dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 5,4 persen.
Sementara, inflasi pada tahun lalu sebesar 3,13 persen atau lebih rendah dibanding 2017 sebesar 3,61 persen. Lalu, pada Maret 2019 tercatat 0,11 persen. Realisasi itu berbanding terbalik dengan Februari 2019 yang deflasi 0,17 persen.
Investor juga memandang suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang sekarang di level 6 persen sudah tepat dan rupiah sudah sesuai dengan fundamental ekonomi.
"Sekarang di level Rp14.200-Rp14.300 per dolar Amerika Serikat sudah pas, tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi," jelasnya.
Mayoritas investor yang semakin optimistis dengan perekonomian dan pasar modal Indonesia ini terjadi di beberapa kelompok, yakni investor asuransi dan manajamen investasi.
"Untuk kelompok investor dana pensiun kenaikan optimismenya kecil, mungkin ini karena mereka terlambat masuk ke pasar saham jadi portofolionya tidak sebagus asuransi dan manajemen investasi," ungkap Damhuri.
Menurutnya, investor juga menilai level Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini sesuai dengan fundamentalnya. Dengan kata lain, IHSG tak terlalu mahal tapi juga tak terlalu murah untuk dimasuki oleh investor.
Informasi saja, IHSG sore ini terkoreksi cukup dalam mencapai 1,05 persen atau 68,15 poin ke level 6.410. Beberapa hari terakhir indeks memang terlihat koreksi.
Beruntung, pasar saham Indonesia tak ditinggalkan oleh pelaku pasar asing. Walaupun bergerak di zona merah, mereka tercatat beli bersih atau net buy hari ini sebesar Rp546,79 miliar di all market. (aud/lav)
http://bit.ly/2UuVIpt
April 12, 2019 at 04:08AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mayoritas Investor Institusi Anggap Pilpres Jadi Risiko Utama"
Posting Komentar