"Setelah Pemilu 2019 banyak proyek prioritas yang akan segera berjalan, termasuk beberapa proyek prioritas seperti di industri petrokimia. Selain itu, finalisasi peraturan mengenai mobil listrik dan pemberian insentif bagi industri," tutur Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seperti dikutip dalam keterangan resmi, Minggu (21/4).
Airlangga mengungkapkan kondisi ekonomi, politik, dan keamanan di Indonesia masih tetap stabil dan kondusif. Hal ini akan mendukung berjalannya aktivitas usaha atau perindustrian semakin agresif ke depan.
Di industri petrokimia, misalnya. Dalam rapat terbatas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sejumlah menteri Kabinet Kerja, disebutkan Arab Saudi akan berinvestasi di sektor industri petrokomia senilai US$6 miliar atau setara Rp84,31 triliun.
Rencana investasi ini telah dibicarakan oleh Jokowi dan pihak kerajaan Arab Saudi, saat Jokowi melakukan kunjungan ke Arab Saudi beberapa waktu lalu.
Arab Saudi, lanjut Airlangga, ingin melakukan kerja sama untuk menjadikan Indonesia sebagai hub bagi industri petrokimia di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Jokowi menginstruksikan jajaran kementerian dan lembaga (k/l) dan non kementerian yang terkait agar melakukan kajian untuk bisa memudahkan realisasi investasi tersebut.
Kemenperin sendiri mengaku terus mendorong tumbuhnya industri petrokimia untuk memperdalam struktur manufaktur dari hulu ke hilir. Lantaran, industri ini menghasilkan berbagai komoditas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri kemasan, tekstil, alat rumah tangga, hingga komponen otomotif dan produk elektronika.
Tak hanya itu, industri petrokimia juga turut memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Kemenperin mencatat, pada tahun 2018, investasi di sektor industri kimia dan farmasi mencapai Rp39,31 triliun. Kemudian, kelompok industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia menorehkan nilai ekspor sebesar USD$13,93 miliar.
Selain industri petrokimia, tahun ini, industri makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil (TPT), serta alas kaki siap untuk menanamkan modal baru senilai Rp79 triliun.
Industri makanan dan minuman akan menggelontorkan investasi Rp63 triliun, naik 11 persen dari 2018. Melihat hal itu, Kemenperin memproyeksikan industri makanan dan minuman dapat tumbuh di atas 9 persen pada tahun ini.
Kemudian, untuk industri alas kaki dan TPT menyiapkan investasi masing-masing Rp2,8 triliun dan Rp14 triliun, melonjak hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Pemerintah menjadikan subsektor industri padat karya tersebut sebagai motor pertumbuhan manufaktur serta penyumbang ekspor pengolahan nonmigas yang signifikan. Pada 2018, ekspor nonmigas tercatat US$130 miliar atau naik sebesar 3,98 persen dibanding 2017. Kontribusi sektor manufaktur mencapai 72,25 persen dari total ekspor.
"Pemerintah akan terus menggenjot kinerja dan menarik investasi sektor industri berorientasi ekspor dan substitusi impor," imbuh dia.
Secara keseluruhan, Kemenperin mencatat investasi di sektor industri manufaktur terus tumbuh signifikan. Pada 2014, penanaman modal masuk sebesar Rp195,74 triliun.
Kemudian, naik mencapai Rp222,3 triliun di 2018. Peningkatan investasi ini mendongkrak penyerapan tenaga kerja hingga 18,25 juta orang pada 2018, yang berkontribusi sebesar 14,72 persen terhadap total tenaga kerja nasional.
"Dari tahun 2015 ke 2018, terjadi kenaikan 17,4 persen dan ini diperkirakan bisa menambah lagi penyerapan tenaga kerjanya di 2019 seiring realisasi investasi," terangnya.
Kemenperin menargetkan sepanjang 2019, pertumbuhan industri manufaktur dapat mencapai 5,4 persen. Subsektor yang diperkirakan tumbuh tinggi, antara lain industri makanan dan minuman, industri permesinan, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, serta industri barang logam, komputer dan barang elektronika.
Sebagai informasi, pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia yang kian melambat sempat menjadi sorotan pada saat debat Pemilihan Presiden (pilpres) kelima di Jakarta, Sabtu (13/4) malam.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menuding pemerintah belum optimal mendorong sektor manufaktur sehingga terjadi deindustrialisasi di Indonesia.
"Kalau negara lain industrialisasi, kita deindustrialisasi. Sekarang Indonesia tidak produksi apa-apa, kita hanya bisa menerima bahan produksi dari bangsa lain, ini keliru, ini harus kita ubah," tutur Prabowo dalam sesi debat pilpres terakhir sebelum masa pemilihan umum.
[Gambas:Video CNN]
Tudingan Prabowo terbukti, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) porsi industri manufaktur dalam Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun.
Tahun lalu, porsi industri manufaktur tercatat 19,86 persen dari total perekonomian, merosot dari porsi tahun sebelumnya yang mencapai 20,16 persen. Tak hanya itu, pertumbuhan sektor manufaktur juga hanya mencapai 4,27 persen atau lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi domestik 5,17 persen.
(sfr/bir)
http://bit.ly/2GygwUo
April 21, 2019 at 08:51PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menteri Airlangga Proyeksi Manufaktur Moncer Usai Pemilu"
Posting Komentar