
Kebijakan pertama, berkaitan dengan kewirausahaan. Ia meminta perbaikan dilakukan dengan melakukan sinkronisasi prosedur birokrasi antara pemerintah daerah dengan pusat.
Sinkronisasi prosedur menyangkut pemenuhan prasyarat untuk registrasi suatu usaha secara resmi. Ia mengakui saat ini pemerintah sudah berupaya memperbaiki iklim kewirausahaan yang baik melalui sistem perizinan daring terpadu (OSS).
Tapi sistem tersebut masih belum banyak bisa menjangkau komunitas dunia usaha di tanah air.
"Belum lagi penyebaran informasi mengenai registrasi yang belum komprehensif, banyaknya dokumen-dokumen prasyarat, dan sistem yang bentrok antara kebijakan pusat dengan daerah. Proses yang rumit ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk registrasi usaha paling cepat selama 23 hari," katanya dalam pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta, Senin (22/4).
Kebijakan kedua berkaitan dengan perdagangan, terutama bidang pangan. Diheim mengatakan saat ini rantai komoditas konsumsi rakyat di Indonesia yang masih cenderung lebih banyak dikendalikan oleh BUMN.
Di sisi lain, peran swasta di pasar domestik masih dibatasi oleh kebijakan kementerian terkait. Akibatnya, harga bahan pangan utama seperti, beras, gula, daging-dagingan mahal.
Diheim mengatakan untuk mengatasi harga yang mahal tersebut, pemerintah perlu melibatkan swasta dalam melakukan perdagangan komoditas pangan. Pihak swasta dapat membantu memperkuat distribusi yang lebih efisien dan juga berpotensi memperkuat teknologi produksi domestik.
Keberadaan swasta juga diharapkan bisa membantu peranan Bulog dalam melakukan impor pangan pada tingkat harga yang efisien.
"Kalau kebijakan pangan terus dibatasi seperti sekarang, tidak dilakukan upaya untuk menyederhanakan rantai distribusi dan juga masih adanya pembatasan peran swasta di pasar, maka harga pangan kemungkinan akan tetap tinggi karena kesenjangan tadi," tandas Diheim.
http://bit.ly/2GoGGI0
April 22, 2019 at 09:26PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Peneliti Minta Presiden Terpilih Benahi Kebijakan Perdagangan"
Posting Komentar