
Mengutip RTI Infokom, harga saham emiten berkode GIAA ini bergerak dalam rentang Rp474 per saham sampai Rp500 per saham sejak pembukaan tadi pagi hingga pukul 12.00 WIB. Volume transaksinya sendiri sebanyak 28,64 juta kali.
Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan kondisi ini terjadi karena polemik yang terjadi di tubuh perusahaan. Dua komisaris tak sependapat dengan manajemen dalam membukukan laporan keuangan sepanjang 2018. Pelaku pasar merespons negatif terhadap dua pendapat yang berbeda tersebut.
"Pasar merespons, makanya turun," ucap Sukarno kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/4).
Ia mengatakan pelaku pasar lebih baik melepas dulu kepemilikan sahamnya di Garuda Indonesia sampai ada konfirmasi lagi dari beberapa pihak, seperti manajemen, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Sukarno menyarankan pasar terus memantau perkembangan isu ini.
"Saya kira (sentimen) ini jangka pendek, tapi dipantau juga selanjutnya seperti apa. Ini sejalan juga dengan pergerakan teknikal yang kembali dalam tren penurunan," jelas Sukarno.
Senada, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus berpendapat anjloknya saham Garuda Indonesia karena ada dua pendapat dalam laporan keuangan 2018. Beda pendapat diutarakan oleh Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, perwakilan dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd selaku pemilik dan pemegang 28,08 persen saham Garuda Indonesia.
"karena ada perbedaan pendapat itu lah yang membuat kinerja saham GIAA menjadi turun," tutur dia.
Sementara, Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gustama menilai penurunan harga saham Garuda Indonesia bukan disebabkan persoalan perbedaan pendapat terkait laporan keuangan 2018, melainkan mengikuti pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang juga terkoreksi.
"Semua pergerakan harga saham relatif melemah sehingga pergerakan IHSG pun juga ikut melemah," papar Nafan.
IHSG memang terlihat merah pada penutupan sesi I hari ini. Pelemahannya signifikan mencapai 1,01 persen ke level 6.382.
Ia memandang perbedaan yang terjadi di salah satu kubu komisaris dengan manajemen hal yang wajar. Dengan kata lain, pasar tak mengkhawatirkan situasi keuangan Garuda Indonesia.
"Perbedaan memang wajar namun hasil keputusan mesti mewakili mayoritas," kata Nafan.
Seperti diketahui, dalam dokumen yang didapatkan awak media saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia di Hotel Pullman pada Rabu (24/4), tertulis bahwa Chairal dan Dony menolak menandatangani buku laporan keuangan 2018.
Hal ini lantaran mereka tidak mengakui pendapatan transaksi yang tertuang di dalam perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dan anak usaha Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia.
Pasalnya, pendapatan sebesar US$239.940.000 yang merupakan hak Garuda Indonesia atas kerja sama itu belum juga dibayarkan oleh Mahata. Namun, manajemen tetap mengakuinya sebagai pendapatan perusahaan tahun lalu.
Hal itu membuat neraca keuangan perusahaan positif pada 2018. Dari yang rugi sebesar US$216,58 juta pada 2017 menjadi laba pada 2018 sebesar US$809,84 ribu.
"Pengakuan pendapatan dari perjanjian Mahata oleh perusahaan sebesar US$239.940.000 merupakan jumlah yang signifikan, yang apabila tanpa pengakuan pendapatan ini perusahaan akan merugi sebesar US$244.958.308," tulis Chairal dan Donny dalam surat yang ditujukkan kepada manajemen Garuda Indonesia pada 2 April 2019.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo enggan berkomentar banyak soal perbedaan dua pendapat dalam buku laporan keuangan 2018. Ia mengaku tak bisa ikut campur terlalu dalam karena Garuda Indonesia merupakan perusahaan terbuka.
"Tanya ke direktur keuangan, kan semua sudah diaudit," ucapnya.
[Gambas:Video CNN]
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Fuad Rizal mengatakan keputusan perusahaan untuk memasukkan pendapatan dari Mahata itu sudah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Manajemen juga percaya diri karena sudah diaudit secara independen.
"Laporan PSAK dimungkinkan untuk 2018 walau belum ada pendapatan yang diterima. Ini juga sudah audit independen dengan opini wajar tanpa pengecualian," pungkas Fuad. (aud/lav)
http://bit.ly/2UUI9A1
April 25, 2019 at 09:04PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Polemik Lapkeu 2018, Saham Garuda Indonesia Ambrol 4,4 Persen"
Posting Komentar