Suara Golput, Suara Rakyat

Prima Gumilang, CNN Indonesia | Selasa, 16/04/2019 17:57 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Mathew mendekat ke penonton lalu mengambil mikrofon sambil membawa gitar elektrik. Dia menyatakan sikap politiknya, golput Pilpres 2019. Vokalis kelompok musik The Stocker ini membuka penampilannya dengan orasi. Poster besar bergambar telapak tangan dengan tulisan 'Saya Golput' menempel di dinding panggung.

"Seumur hidup gua enggak pernah memilih untuk pemilu. Seumur hidup," ujarnya saat acara Temu KeluWarga Golput di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Sabtu (13/4).

Namun bukan berarti Mathew tak pernah mencoblos surat suara. Dia mengaku pernah sekali datang ke tempat pemungutan suara saat Pemilu 1999. Itu pun karena terpaksa. Ketua RT menjemputnya di rumah ketika dia sedang tidur.

"Datang ke TPS nyoblos, tapi dibikin jadi golput, enggak nyoblos siapa-siapa jadinya. Datang karena enggak enak sama pak RT doang, keluarga gua enggak enak. Jadi kayak paksaan," kata pria yang akrab disapa Jaws.


Musisi punk ini merasa sia-sia memberikan hak pilihnya pada pemilu. Sistem politik yang ada selama ini dinilai hanya menguntungkan pemerintah dan korporasi. Dia tak mau menggantungkan hidup pada sistem semacam itu.

"Gua sendiri lahir di skena (komunitas) punk, sudah enggak percaya dari awal karena apapun sistem yang dijalani itu pasti banyak enggak sesuainya," ujarnya.

Mathew menyatakan tak akan datang ke bilik suara pada hari pencoblosan 17 April besok. Dia masa bodoh hak pilihnya hilang atau disalahgunakan orang lain. Menurutnya pemilu sudah tak penting lagi.

"Penyalahgunaan enggak cuma di pemilu doang. Penyalahgunaan ada di semua lini di Indonesia," katanya sambil tertawa getir.

Gelombang Protes Pilpres: Saya Golput 2019Vokalis The Stocker (kanan) tak pernah menggunakan hak pilih dalam pemilu seumur hidupnya. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Malam itu, The Stocker membawakan lagunya berjudul Kenyataan Bagai Belati. "Kenyataannya kita disuruh pilih 01 atau 02. Kenyataan bagai belati," ujar Jaws langsung disambung melodi gitar mengawali lagu.

Di tempat berbeda, Marto punya cara lain mengekspresikan sikap golput. Dia merusak surat suara sah yang didapat via pos dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Marto sedang berada di luar negeri saat pemilu digelar tahun ini.


Seniman grafis ini mencoret-coret surat suara Pilpres 2019 dengan huruf kapital A dalam lingkaran. Lambang anarkisme yang dia sebut sebagai anarkonesia, meniban foto dua pasangan capres dan cawapres, Joko Widodo-Ma'ruf Amin serta Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Karyanya itu diunggah ke akun Twitter pribadinya pada 22 Maret lalu. Di atas foto itu dibubuhi tagar #GwANTIPRESIDEN2019.

Marto menyimpan surat suara pilpres yang sudah dicoret-coret untuk kenangan. Surat suara itu ditukar dengan gambar kartun buatannya, kemudian dikirim kembali ke kantor Kedutaan Besar.

"Gue golputer pertama yang sudah merusak dan posting surat suara," kata Marto kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat.

Marto menilai Jokowi dan Prabowo sama-sama memiliki rekam jejak yang buruk. Jokowi dinilai tak pernah menepati janji untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, selain menggandeng orang-orang bermasalah dalam kabinet. Sementara Prabowo dianggap terlibat kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Suara Golput, Suara RakyatPresiden Jokowi dalam satu acara. (Foto: Agus Suparto/Fotografer Pribadi Jokowi)

"Keduanya busuk dan yang utama saya anarkis," tegasnya.

Marto pernah menulis artikel berjudul 'Anarkisme dan Golput'. Di dalamnya dia menyebut pemilu sebagai pesta oligarki. Sementara anarkisme sebagai ideologi yang menolak kekuasaan, pengikutnya tak tertarik dengan tabiat pemujaan kepada junjungan. Jargonnya, No Master, No Hero. Karena itu, Marto ogah memilih pemimpin dan wakil di parlemen.

Namun pada Pilpres 2014, Marto mengaku memilih Jokowi. Alasannya untuk mencegah Prabowo menjadi presiden karena dianggap mengerikan. Meski begitu, dia sudah memprediksi kekuasaan akan tetap berjalan korup.

"2014 ketakutan membuat gue murtad sedikit (sebagai anarkis). Hanya surat suara legislatif yang gue rusak," ujarnya.


Kecewa Jokowi, Menolak Prabowo

Kamis (21/3) sore, mobil berpelat RI 1 yang mengantar Presiden Joko Widodo bersiap keluar dari Istana Negara, Jakarta. Di seberang Istana, barisan massa Aksi Kamisan sudah berhadapan-hadapan dengan pasukan Brimob.

Seorang orator mengarahkan peserta aksi ke titik terdekat perlintasan. Mobil presiden melaju buru-buru dikawal Paspampres saat melintas di depan massa aksi. Jokowi bergegas menghadiri acara deklarasi dukungan pengusaha untuk Pilpres 2019.

Sementara, puluhan orang peserta aksi terus mengacungkan kepalan tangan ke arah mobil yang ditumpangi Jokowi. Di balik barikade kawat berduri, mereka lantang berteriak, "Hidup Korban! Jangan Diam! Lawan!" hingga rombongan presiden tak terlihat lagi.

Gelombang Protes Pilpres: Saya Golput 2019Aksi Kamisan dijaga ketat pasukan Brimob saat Presiden Joko Widodo hendak keluar Istana Negara, Jakarta. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Aksi diam ke-578 itu mengusung tema "1998 Bersisa Pilu, Tragedi Hanya Jadi Isu Pemilu". Para pemuda, mahasiswa, buruh, aktivis HAM, hingga keluarga korban Tragedi 1965 dan kerusuhan 1998 terlibat aksi di dalamnya. Termasuk Maria Katarina Sumarsih, orang tua Wawan -mahasiswa yang tewas ditembak peluru tajam tentara saat Tragedi Semanggi 1998.

Perempuan 66 tahun itu masih mengingat jelas ketika dirinya ikut mengampanyekan Jokowi sebagai calon presiden pada Pilpres 2014. Dia bersama keluarga korban lainnya mendukung Jokowi mengalahkan rivalnya, Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus yang diduga terlibat kasus penculikan aktivis 1998.

Sumarsih kala itu terpincut dengan Nawacita. Di dalamnya, Jokowi berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Tragedi Semanggi 1998 yang merenggut nyawa putra Sumarsih.

"Saat itu kami keluarga korban milih Pak Jokowi, termasuk saya kampanye, 'Ayo pilih Jokowi!' Saya benar-benar kampanye," kenang Sumarsih.


Rabu malam, 9 Juli 2014, hasil hitung cepat sementara sejumlah lembaga survei menyatakan Jokowi mengungguli Prabowo di pilpres. Sumarsih sempat berpikir untuk berhenti Aksi Kamisan keesokan hari.

Komitmen Jokowi untuk menghapus impunitas ketika itu, kata Sumarsih, sejalan dengan yang apa diperjuangkan dalam Aksi Kamisan. "Saya mau berhenti (Kamisan)," ujarnya.

Namun, sejumlah aktivis '98 yang berkumpul di rumah Sumarsih menyarankan untuk tidak berhenti Kamisan. Jokowi belum tentu mewujudkan komitmennya, begitu pesan yang ditangkap Sumarsih.

"Kenyataannya benar. Visi, misi dan program aksi yang dikenal dengan Nawacita itu akhirnya menjadi duka cita, khususnya bagi kami keluarga korban," ujar Sumarsih.

Gelombang Protes Pilpres: Saya Golput 2019Maria Katarina Sumarsih, penggagas Aksi Kamisan, kecewa pada Jokowi dan tak mau memilih Prabowo sebagai presiden. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Dia kecewa ketika Jokowi mengangkat beberapa mantan jenderal yang dianggap punya rekam jejak buruk pada persoalan HAM berat masa lalu. Salah satunya eks Menhankam Pangab Wiranto yang kini menjabat Menko Polhukam.

Sumarsih menilai penegakan hukum di Indonesia tidak berjalan. Sebab kasus para terduga pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu tak kunjung diadili.

"Kalau misalnya Wiranto salah, ya diadili. Prabowo salah, ya diadili. Kalau mereka tidak bersalah dan mau nyapres mungkin kita akan mendukung, tapi pengadilan itu harus jalan dulu," ujarnya.

Sumarsih bersama keluarga korban lainnya pernah bertemu Jokowi di Istana untuk membicarakan kasus, pada 31 Mei 2018. Namun pertemuan itu tak menemui titik temu.

Semua perlakuan negara itu mendorong Sumarsih bersikap golput pada Pilpres 2019. Dia kecewa pada Jokowi dan tak sudi memilih Prabowo. Dia menilai kedua capres tidak ada kemauan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat.

"Kalau saya golput bukan bodoh, justru orang cerdas. Kalau seperti ini terus enggak ada penyelesaian secara massif, selamanya akan terjadi kekerasan negara," kata Sumarsih di akhir Aksi Kamisan.

(Bersambung ke halaman berikutnya... "Kerja Kolektif Kubu Golput Pasca-Pemilu")

[Gambas:Video CNN] (pmg/gil)

1 dari 2

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2va5qhK

April 17, 2019 at 12:57AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Suara Golput, Suara Rakyat"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.