
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan target pertumbuhan investasi itu terbilang tinggi dibandingkan pencapaiannya pada tahun lalu, yakni 6,67 persen. Namun, ia optimistis angka ini bisa dikejar.
"Investasi ini kan bergantung pelaku usaha, tapi kami di pemerintahan optimistis target investasi ini bisa tercapai," ujarnya, Rabu (24/4).
Menurut dia, ada dua faktor yang mendorong investasi bertumbuh pada tahun depan jadi lebih baik dibanding tahun lalu. Pertama, adalah kebijakan pemerintah.
Iskandar mengatakan pemerintah berupaya menarik investasi dengan merevisi dua kali kebijakan tax holiday di tahun lalu. Adapun, tax holiday adalah kebijakan pengurangan pajak penghasilan (PPh) bagi sektor pionir dalam jangka waktu tertentu.
Di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 150 Tahun 2018 tentang Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, pemerintah memberikan pengurangan pajak sebesar 100 persen bagi investasi dengan nilai minimal investasi Rp500 miliar dengan jangka waktu 20 tahun.
Iskandar bilang, kebijakan ini cukup ampuh. Sebab, hingga saat ini, sudah ada 13 perusahaan yang tax holiday-nya disetujui dengan nilai investasi Rp246 triliun.
Namun demikian, kebijakan pemerintah tak hanya berkutat di tax holiday semata. Pemerintah juga akan menyederhanakan birokrasi, sehingga indeks kemudahan berusaha (EODB) Indonesia juga bisa terkerek. Tahun ini, skor EODB Indonesia boleh ada di peringkat 73.
Namun, ia mengingatkan indikator memulai berusaha (starting a business) masih ada di peringkat 134 dari 190 negara.
"Makanya kami juga akan memperbaiki Online Single Submission (OSS), karena ternyata implementasi di daerah ini agak sulit karena sistem informasi dan teknologinya juga terbatas. Tapi yang penting, kami komitmen bahwa perizinan tidak akan lagi terjadi dari meja ke meja karena ini adalah sumber korupsi," terang dia.
Faktor kedua yang bikin investasi meroket tahun depan adalah stabilitas politik. Menurut Iskandar, pertumbuhan investasi yang meredup tahun lalu dan awal tahun ini disebabkan karena pelaku usaha cenderung menunggu (wait and see) dengan hasil pemilihan umum.
Ia juga mengakui kerap didatangi investor sebelum pemilu. Para investor itu kerap mengatakan bahwa investasi mereka terpaksa ditahan lantaran bersikap wait and see menunggu hasil pilpres. Para investor, lanjut Iskandar, berjanji akan berinvestasi segera setelah ada kepastian mengenai presiden terpilih.
"Mereka semua bilang, mereka menunggu stance kebijakan yang akan diambil oleh presiden baru sebelum berinvestasi dan para pengusaha itu bergerak di bidang hilirisasi mineral seperti bauksit hingga baja. Jadi investasi setidaknya akan membaik di 2020, dan mungkin akan bergeliat di 2021, karena beberapa infrastruktur dasar sudah terbangun," jelasnya.
Sebelumnya, Jokowi menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menembus 5,6 persen pada tahun depan, di mana angka itu melesat dibanding realisasi tahun lalu 5,17 persen dan target tahun ini 5,3 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati mengatakan sejatinya target yang dipasang pemerintah adalah 5,3 persen hingga 5,6 persen dan akan dimasukkan di dalam asumsi makro indikatif Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Namun, Jokowi meminta lebih.
"Kami sepakat berasumsi pertumbuhan ekonomi akan berkisar 5,3 hingga 5,6 persen, tapi presiden berharap kami bisa pacu sampai 5,6 persen," ungkap Sri Mulyani di Istana Bogor, kemarin.
(glh/bir)
http://bit.ly/2Dwmmnc
April 24, 2019 at 11:47PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jokowi Butuh Rp5.823 T Bila Ingin Ekonomi Tumbuh 5,6 Persen"
Posting Komentar