Dilansir dari Reuters, Kamis (4/3), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$0,06 menjadi US$69,31 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, Brent sempat menyentuh level US$69,96 per barel, tertinggi sejak 12 November 2018 lalu.
Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,12 menjadi US$62,46 per barel. WTI sempat menyentuh level US$62,99 per barel di awal sesi perdagangan, tertinggi sejak 7 November 2018.
Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat stok minyak mentah AS menanjak 7,2 juta barel pekan lalu. Kenaikan terjadi akibat meningkatnya net impor, level produksi yang naik, serta perlambatan tingkat produksi kilang. Padahal, para analis sebelumnya memperkirakan stok minyak mentah AS akan merosot 425 ribu barel.
"Impor minyak mentah yang naik dan ekspor minyak mentah yang turun dapat diartikan sebagai net impor yang lebih tinggi. Pemrosesan minyak mentah tetap lebih rendah dari yang biasanya. Produksi minyak mentah naik ke level rekor baru sebesar 12,2 juta barel per hari (bph)," ujar Analis Commerzbank Carsten Fritsch.
Meskipun stok minyak mentah AS naik tajam, pelaku pasar menyatakan harga bakal menguat lantaran pasokan global yang mengetat dan sinyal permintaan yang menguat. Kondisi pengetatan pasokan terjadi seiring penerapan kebijakan pemangkasan pasokan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan pengenaan sanksi terhadap Iran.
"Di pengujung hari, pasar (minyak) ini benar-benar siap untuk naik dan diperdagangkan lebih tinggi," jelas Direktur Perdagangan Berjangka Mizuho Bob Yawger di New York.
Sementara, harga minyak mentah berjangka ditopang oleh upaya OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, dalam memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel bph sejak awal tahun.
Berdasarkan survei Reuters, pasokan dari OPEC tertekan ke level terendah dalam empat tahun terakhir pada Maret lalu. Sedangkan, produksi minyak Rusia pada bulan lalu merosot menjadi 11,3 juta bph.
Kendati demikian, Rusia belum mencapai target pemangkasan sesuai komitmen yang disepakati dengan OPEC.
Sinyal kemajuan negosiasi perdagangan dan positifnya data manufaktur AS dan China dalam beberapa hari terakhir juga telah membantu sentimen pasar. Pasalnya, kondisi tersebut mampu meredakan kekhawatiran terhadap pelemahan permintaan minyak global.
Di tengah sinyal pengetatan pasokan, pada Selasa (2/4) lalu, pemerintah AS menyatakan telah mengabulkan permohonan pengecualian penerapan sanksi Iran untuk tiga dari delapan negara.
Artinya, ketiga negara tersebut masih bisa mengimpor minyak dari Iran. Pemerintah AS meyakini perbaikan kondisi pasar akan membantu mengurangi ekspor minyak mentah Iran lebih jauh.
Kemudian, ekspor minyak Venezuela, yang juga mendapatkan sanksi dari AS, tetap mendekati 1 juta bph pada Maret lalu. Angka tersebut berasal dari data perusahaan minyak pelat merah Venezuela PDVSA dan Refinitiv Eikon.
(sfr/bir)
https://ift.tt/2uLkMJA
April 04, 2019 at 02:31PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pasokan AS Melimpah, Harga Minyak Dunia Melemah"
Posting Komentar