Klaim didasari hasil hitung cepat (quick count) dari tiap lembaga yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut. Keenam lembaga survei antara lain. Litbang Kompas, Indo Barometer, Lembaga Survei Indonesia Denny Januar Ali (LSI Denny JA), Media Survei Nasional (Median), Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), dan Pusat Studi Strategi dan Internasional (CSIS).
Jika hasil quick count itu sama dengan hasil penghitungan suara KPU, maka dapat dipastikan Jokowi sebagai petahana akan melanjutkan kepemimpinan dalam dua periode. Adapun, KPU akan menetapkan hasil penghitungan suara tingkat nasional pada 22 Mei 2019 mendatang.
Jokowi boleh bernafas lega atas kemenangannya jika KPU resmi mengumumkan hasil penghitungan suara. Namun, jika menjadi presiden terpilih nanti, ia masih memiliki setumpuk pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengatakan Jokowi harus membenahi iklim investasi, sehingga menciptakan situasi bisnis yang kondusif. Pasalnya, investasi merupakan salah satu motor penggerak laju pertumbuhan ekonomi.
Sayangnya, pertumbuhan investasi Indonesia masih loyo dibanding negara-negara lain. Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pertumbuhan investasi secara keseluruhan sepanjang 2018 hanya 4,1 persen dari Rp692,8 triliun di 2017 menjadi Rp721,3 triliun. Persentase itu lebih lambat dari realisasi pertumbuhan investasi 2017 yang mencapai 13,1 persen.
Oleh sebab itu, iklim investasi menjadi hal krusial yang perlu dibenahi pemerintah nantinya. Shinta menuturkan perbaikan iklim investasi ini erat kaitannya dengan kepastian usaha. Terkait hal ini, Jokowi perlu melakukan reformasi ketenagakerjaan dan perpajakan.
"Kami melihat baik dari sisi upah minium dan hubugan industrial, kami semua melihat perlunya revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Itu PR yang belum selesai, jadi nanti pemerintah harus melanjutkan revisi UU ini," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Dari sisi perpajakan, ia menuturkan pemerintah masih memiliki tanggung jawab untuk memperluas basis pajak. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau tax ratio Indonesia pada 2018 mencapai 11,5 persen dari PDB.
Persentase itu lebih rendah dibanding Thailand sebesar 14,8 persen di 2017, Singapura 14,8 persen di 2017, Filipina 14,2 persen di 2017, Kamboja 15,3 persen di 2016, dan Malaysia 13,8 persen di 2016. Tak ayal, pengusaha pun mendorong perluasan basis pajak tersebut.
Menurut Shinta, pemerintah selama ini masih fokus pada upaya intensifikasi wajib pajak yang notabene telah membayar pajak.
"Kami juga mau ekstensifikasi, jadi penambahan pembayar pajak bukan hanya intensifikasi saja," katanya.
Selain itu, ia juga menyatakan pemerintah harus mengembangkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia sehingga mampu meningkatkan daya saing.
Upaya ini sebelumnya memang digagas oleh Jokowi dengan mengalihkan fokus dari pembangunan infrastruktur kepada pembangunan SDM. Shinta berharapa Jokowi bisa konsisten pada pengembangan SDM sesuai dengan program jangka panjangnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tutum Rahanta mengungkapkan isu deindustrialisasi menjadi pekerjaan besar Jokowi jika berhasil menjabat untuk kedua kalinya. Ia menyadari membangkitkan sektor industri dalam negeri tak semudah membalikkan tangan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) kuartal III 2018 menunjukkan porsi industri manufaktur sebesar 19,66 persen terhadap PDB. Industri manufaktur hanya tumbuh 4,33 persen atau lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi 5,17 persen.
[Gambas:Video CNN]
"Untuk memperkuat industri dalam negeri itu harus dibarengi dengan industri motornya yaitu industri petrokimia dan energi, kalau tidak ada itu mustahil," tuturnya.
Tutum meyakini ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik jika industri dalam negeri diperkuat. Sebaliknya, dengan membiarkan industri tidak produktif, sama saja dengan membuka peluang impor lebih lebar.
"Itu bukan hanya tentang persaingan ekspor barang, tetapi produk dalam negeri yang harus diisi dengan baik, jika tidak akan dibanjiri oleh produk-produk impor," katanya.
Selain menggenjot sektor industri, ia menuturkan Jokowi memiliki tugas besar dari sisi iklim investasi sebagai penggerak ekonomi. Ia menilai tumpang tindih regulasi serta ketidakselarasan aturan antara pusat dan daerah menjadi batu besar pada pertumbuhan investasi. Akibatnya, investasi di Indonesia cenderung jalan di tempat bahkan lesu.
Ihwal regulasi ini, lanjutnya, menjadi tugas besar Jokowi dalam lima tahun mendatang, jika ia kembali menjabat sebagai presiden.
"Harus ada jaminan dan kepastian regulasi nasional dijalanakan oleh semua daerah," katanya.
Untuk saat ini, ia memaklumi jika investor cenderung menahan investasinya di Indonesia akibat penyelenggaraan pesta demokrasi. Asal para elite politik bisa bersikap dewasa dalam menyikapi hasil pemilihan umum (pemilu), ia meyakini investor akan kembali menanamkan modal di Negeri Katulistiwa.
![]() |
http://bit.ly/2IFYvVB
April 19, 2019 at 04:08AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Setumpuk Tugas Jokowi Jika Lanjut Dua Periode"
Posting Komentar