Pada mulanya, Arif menjelaskan soal redistribusi aset yang dijalankan Jokowi melalui reforma agraria. Arif mengklaim program itu sangat strategis untuk menekan angka kesenjangan penduduk. Arif juga menjelaskan reforma agraria bukan hanya adil soal kepemilikan aset dan bagi-bagi tanah, namun juga akses terhadap infrastruktur.
Belum sampai 15 menit Arif memaparkan prestasi Jokowi, ia kemudian berhenti karena diteriaki 'bohong' oleh sekelompok ibu-ibu yang hadir di diskusi yang digelar oleh Institut Soekarno Hatta di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (26/1).
"Bohong itu, jangan kampanye di sini pak," teriak seorang ibu.
"Boleh saya lanjutkan?" tanya Arif.
"Tidak usah pak, bicara realita saja," kata ibu yang teriak tadi.
Mendengar interupsi itu, Arif terlihat kesal dan mengatakan tak mau menerima emak-emak di acara diskusi.
"Waduh bahaya, lain kali saya tidak mau terima emak-emak lagi," kata Arif yang terus disoraki kata 'dusta' dan 'bohong' oleh kelompok emak-emak yang hadir.
![]() |
Walau sudah diminta tenang oleh moderator, suasana diskusi tidak kunjung kondusif. Arif yang juga Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengaku tak bisa melanjutkan diskusi dan izin meninggalkan ruangan.
Sebelum pamit, Arif mengatakan bahwa ia dan calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno bersahabat akrab. Untuk itu, ia meminta agar pemilihan presiden (pilpres) 2019 April mendatang berjalan dengan damai.
"Saya dan Pak Sandiaga Uno itu bersahabat. Sama-sama satu kampung halaman, hanya saja berbeda pilihan. Mohon maaf saya tidak bisa ikut sampai selesai," tuturnya.
![]() |
Dalam diskusi tersebut turut hadir mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin dan sastrawan Taufiq Ismail.
Selain itu tampak hadir pengamat politik Boni Hargens, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, dan sejumlah aktivis seperti Syahganda Nainggolan,Sayuti Asyathri, Hatta Taliwang dan Haris Rusli Moty.
Sebelum Arif bicara, Din Syamsudin menyinggung soal keberadaan para pendukung fanatik di pilpres 2019. Eks utusan khusus Presiden Jokowi ini mengatakan bahwa fanatisme politik kurang didasari pada literasi politik, kecerdasan informasi, dan pengetahuan politik.
"Banyak saya saksikan lebih karena emosi. Sebagian anak bangsa buta aksara politik. Dalam arti tidak semua punya pengetahuan yang dalam dan utuh tentang calon yang akan dipilih," ujar Din.
(nvt/DAL)https://ift.tt/2tMXm6h
February 27, 2019 at 03:34AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dianggap Kampanye Jokowi, Jubir TKN Arif Disoraki Emak-emak"
Posting Komentar