"Kompleksitas Pemilu serentak ini seperti kawin paksa. Kami tidak lihat adanya keseimbangan antara Pilpres dengan Pileg," kata Adji dalam diskusi di d'consulate, Jakarta, Sabtu (20/4).
Hal itu disampaikan dalam diskusi 'Pemilu Serentak yang Menghentak'. Ia mencontohkan ketidakseimbangan dari hampir 70 persen percakapan publik di media sosial hanya mengenai Pilpres.
Tak hanya itu, ketimpangan juga terlihat dari hasil coblosan atas lima kertas suara yang diterima masyarakat. Sekitar 80 persen masyarakat berpartisipasi dalam Pilpres sementara 70 persen dalam Pileg.
"Ini menjadi masalah karena hilangnya equality. Padahal pemilihan parlemen sama pentingnya dengan Pemilihan Presiden (Pilpres)," tutur Adji.
Menurutnya, hal itu terjadi karena kurang maksimalnya partai politik dalam mensosialisasikan partai dan calon legislatif yang layak dipilih.
"Itu membuat hilangnya kesempatan bisa akses informasi yang berimbang terhadap partai dan kualitas pilihan publik jadi minim sekali karena rendahnya informasi yang diterima publik," tuturnya.
Menurutnya, keseimbangan ini yang seharusnya menjadi catatan penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), di masa mendatang ketika ingin menyelenggarakan Pemilu serentak. (chr/ayp)
http://bit.ly/2Gqegxd
April 20, 2019 at 10:52PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "LSI Kritik Pemilu Serentak 2019 Mirip Kawin Paksa"
Posting Komentar